Ayam ingkung mengingatkan saya pada bebek di Ubud, Bali lantaran bentuknya yang utuh. Wajib coba kalau singgah ke Jogja.
Pertama kali melihat ayam Ingkung, saya terpukau. Bentuknya ayam seekor, utuh, disajikan dengan santan. Mengingatkan saya pada bebek Bali yang pernah saya santap di Ubud. Untung, saya tak menghabiskannya seorang diri. Bagasi perut saya ukuran mini, biarpun orang sering bilang kalau saya kecil-kecil tapi makannya banyak.
Omong-omong, saya memesan dua porsi ayam Ingkung. Dua ayam utuh itu habis dalam tempo satu jam di tangan sekitar tiga belas orang.
Adalah sebuah desa wisata bernama Kalakijo yang terletak di Bantul, berjarak sekitar 18 kilometer dari kota Yogyakarta, atau sekitar 35 menit perjalanan--jika tidak macet. Desa Kalakijo Bantul bisa ditempuh dengan mobil pribadi atau mobil sewa.
Ketika kita melintasi jalan utama desa tersebut, kita akan melihat di kiri dan kanan jalan berjejer restoran-restoran yang menawarkan menu ayam Ingkung. Umumnya bangunan rumah makan itu bergaya gubug-gubug dan menawarkan pemandangan sawah. Mobil yang saya kendarai berhenti di salah satu restoran yang bernama Ingkung Kuali.
Resto Ingkung Kuali
terdiri dari gubug-gubug. Satu gubug kecil berisi sebuah meja sedangkan
gubug besar berisi dua meja. Kita bisa memilih gubug yang lesehan (duduk di tikar) atau
memiliki kursi. Saya bersama keluarga memilih gubug yang terdapat kursi
duduk.
Restoran Ingkung Kuali yang menawarkan suasana alam. Foto: Nieke |
Ayam ingkung dimasak secara tradisional menggunakan santan di atas kuali. Bahkan memasaknya dengan kayu bakar. Menu ini disajikan dengan nasi, lalapan, dan sambal. Kita bisa memesan dengan ikan wader sebagai tambahan lauk. Ada juga Ingkung yang dimasak dengan bumbu rica-rica.
Ayam ingkung di Restoran Ingkung Kuali, Kalak Ijo, Bantul, Jogja. Foto: Nieke |
Harganya cukup ramah kocek. Satu porsi Ingkung sekitar Rp 120 ribu hingga Rp 150 ribu, tergantung ukurannya. Apabila memesan porsi separuh porsi juga bisa, tentu saja dengan harga yang lebih murah. Resto Ingkung Kuali yang saya singgahi bahkan menawarkan menu paket untuk beberapa tamu.
Menu di restoran Ingkung Kuali, Bantul, Yogyakarta. Foto: Nieke |
Setelah memesan menu, saya menikmati pemandangan sekitar resto yang cukup menawan. Berhubung saya datang di jam makan siang, saat matahari tegak di atas kepala, cuacanya sangat panas. Untunglah resto yang tanpa pendingin ruangan ini merupakan bangunan yang terbuka. Saya bisa merasakan angin berhembus semilir. Sambil menunggu hidangan, saya berjalan-jalan seputar area resto.
Makan di gubuk-gubuk di Resto Ingkung Kuali. Foto: Nieke |
Resto Ingkung Kuali menawarkan suasana makan di tengah sawah, suasana pedesaan. Foto: Nieke |
Apa itu Ingkung? Ingkung berasal dari kata 'ing' atau ingsun dan 'kung' atau manekung. Ingsun memiliki makna aku dan manekung artinya berdoa dengan penuh khidmat. Jadi, ingkung merupakan perwujudan sikap sungguh-sungguh memohon dan berdoa kepada Yang Kuasa. Sementara itu, ayam ingkung adalah ayam yang dimasak dan disajikan secara utuh. Posisi penyajiannya manekung dan menyerupai posisi sujud dalam sholat. Dalam tradisi Jawa, ayam ingkung sering disajikan dalam acara selametan dan tradisi lainnya.
Foto: Nieke |
Foto: Nieke |
Masih di area restoran Ingkung Kuali, terdapat toko cinderamata dan camilan khas Desa Kalakijo. Suvenir berupa kerajinan tangan kalung dan gelang, sedangkan camilan berupa makanan seperti emping dan keripik.
Camilan khas di Desa Kalak Ijo, Bantul, Yogyakarta. Foto: Nieke |
Di sisi lain restoran Ingkung Kuali, juga terdapat kolam renang yang ramai pengunjung di akhir pekan. Untuk masuk ke area kolam, pengunjung mesti membayar. Tiketnya murah, kok.
Foto: Nieke |
Foto: Nieke |
Foto: Nieke |
Desa Kalakijo tak hanya menawarkan wisata kuliner ayam Ingkung, ada pula sentra batik dan pengrajin yang jaraknya tak jauh dari situ. Selain itu, ada pula wisata rohani untuk umat Katholik yakni patung Wajah Kerahiman Yesus setinggi 5 meter di halaman Gereja
Santo Yakobus Alfeus Pajangan, Jalan Pajangan-Sedayu, Pajangan Bantul. Ini merupakan destinasi wisata religi baru selain gereja Hati Kudus Yesus yang dikenal dengan nama gereja Ganjuran--gereja tertua di Bantul. Bangunan Gereja Ganjuran merupakan bentuk akulturasi antara Jawa, Hindu-Buddha, dan Eropa.
Nieke Indrietta