
Keindahan berbicara dengan anak-anak adalah imajinasinya.
Kesalahan orang dewasa adalah buru-buru meralat imajinasi anak dengan logika.
Tiap orang punya satu ruang kosong dalam hatinya yang tidak bisa diisi siapapun. Yang jika dipaksa isi, hanya ada luka. Ada malam-malam panjang yang merana kala ruang itu masih hampa. Siapapun yang singgah di sana hanya berikan lara. Itu bukan untuk mereka.
Hatimu terlalu berharga untuk mereka yang pernah menoreh luka. Airmatamu terlalu indah untuk mereka yang menggurat duka.
Waktu berbohong padamu, jika ia bilang bisa menyembuhkan luka.
Hati yang luka dan ruang yang hampa ibarat gelas anggur yang baru terisi separuhnya. Gelas anggur tak kan menjadi utuh jika ia bertemu dengan gelas anggur separuh pula. Sebab gelas itu tadinya adalah gelas yang kosong. Tak bisa ia menuangkan anggur yang separuh ke gelas yang isinya juga separuh, kalau akan menjadi gelas yang kosong. Gelas dengan anggur separuh hanya bisa terisi oleh pemilik anggur sendiri. Yang bisa membuatnya terisi penuh. Utuh.
Waktu adalah pendusta yang lihai. Membuatmu percaya telah menyembuhkan luka. Tidak. Ia hanya menguburnya saja.
Saat kamu telah terlena, mendadak ia bermain dalam alam pikiranmu. Memutar semua kenangan lama. Menguak luka. Waktu membuatmu tak sadar, kamulah yang memegang remote-nya. Kamu bisa menekan tombol "pause". Dan tetap berada dalam masa.
Menguak luka pun adalah suatu kenyamanan, yang membuat orang betah berkubang di sana. Jangan biarkan waktu memberi dusta. Kamu berharga.
Ketika kamu terluka, Ia terluka. Ketika kamu menangis, Ia menangis. Ia yang menenunmu sejak dalam kandungan ibu.
Dia, yang ingin membalut lukamu.
Matahari, lagi-lagi, kau bikin aku serasa di penggorengan.
Menyengat kulit, keringat tubuh meronta tercabik-cabik.
Rimba beton menatap angkuh.
Keringat bercucuran luruh.
Manusia menjerit mengaduh...
Kuda besi berkeriap riuh.
Aspal luluh.
Napas jadi megap-megap.
Hidung kudu dibekap.
Halte busway jadi atap.
Supaya badan tidak bau berasap.
Jakarta, oven raksasa.
Kamu akan dipaksa menghirup asap knalpot dan debu timah hitam.
Gosong dalam mikrowave bernama kopaja dan metromini.
Dalam tatapanmu aku berteduh, dalam kerinduan aku bersimpuh.
Jantungku berdebar kencang.
Apakah jantungmu juga?
Hatiku meradang. Terisi galau sekeranjang.
Bukan aku yang memungut rindu bertebaran.
Pasti angin musim penghujan yang menggoyang.
Tiap helai rindu yang meranggas di pohon kenangan.
Dan ketika helai kerinduan berguguran.
Aku menyusuri jalan setapak menuju pintu hati
dengan kunci yang tergenggam.
Aku lukis dinding hatiku dengan warna-warni pelangi.
Kusediakan meja dengan dua kursi.
Di beranda hati. Untukmu yang hadir nanti.
Bunga-bunga di pinggir jendela hati.
Mesti tersiram doa tiap hari.
Memancarkan keindahan yang sejati.
Kunci yang kugenggam.
Tak akan kubiarkan.
Lalai lepas tercuri pun jangan.