Kalau bingung mencari makanan enak selagi singgah di Batu, Jawa Timur, bisa coba nasi goreng mawut dan ayam goreng yang pedasnya centil di Warung Wareg.
Restoran Warung Wareg, Batu, Jawa Timur. Foto: Nieke |
Rintik hujan mengetuk-ngetuk kaca jendela mobil yang membawa saya melaju dari Batu menuju Surabaya, Jawa Timur, sore itu. Jarum jam menunjukkan pukul 16.30, tapi langit tertutup awan putih keabu-abuan menyebabkan gelap datang lebih cepat.
"Ada rekomendasi tempat makan sekitar sini, Pak?" saya bertanya pada sopir saya.
Dia menyebut beberapa tempat, namun semuanya di Malang. Saya mengernyitkan dahi. Menghitung waktu perjalanan dari posisi sekarang, ke lokasi itu, prediksi waktu yang dihabiskan untuk makan, dan perjalanan ke Surabaya.
"Cari sekitar sini saja, Pak. Kalau bisa searah kita menuju ke tol," saya memutuskan.
Selama 30 menit, hujan makin deras dan kami belum menemukan tempat makan yang cukup membuat kami berselera untuk singgah. Hingga mata saya menangkap plang besar bertuliskan Warung Wareg berwarna merah menyala tepat di pinggir jalan.
"Situ saja, Pak," kata saya kepada sopir.
Saya agak terlambat mengucapkannya. Mobil beberapa meter melalui restoran itu. Sopir kemudian memutar balik. Mobil memasuki halaman parkir. Hujan sudah reda tatkala saya turun. Menyisakan sedikit genangan air di beberapa tempat.
Saya memasuki restoran yang berupa ruangan terbuka tanpa jendela. Udara segar berhembus bercampur aroma sisa hujan. Restoran itu seperti pendopo modern yang suasananya nyaman, homy, sekaligus manis dan romantis. Lampu-lampu neon yang dirangkai dengan kabel menimbulkan semburat warna seperti semburat warna matahari yang hangat. Pada bagian plafon terlihat tanaman gantung, membuat pengunjung seolah berada di taman.
Suasana restoran Warung Wareg di Karangploso, Batu, Jawa Timur. Foto: Nieke |
Udara terasa dingin dan angin berhembus kencang. Mungkin juga lantaran hujan baru reda. Saya mengenakan sweater tipis. Seorang karyawan menyodorkan menu. Hmm, masakan Indonesia yang rumahan. Sambelan, nasi, goreng, penyetan. Akhirnya saya menjatuhkan pilihan pada nasi goreng mawut, ayam goreng, dan milo jahe. Susu jahe, kopi jahe, dan teh jahe saya sudah pernah menyicipi. Milo jahe? Saya penasaran.
Tak lama, hidangan yang saya pesan diantarkan ke meja. Ayam goreng dengan sambelan tiba terlebih dulu. Daging ayam bertabur kremesan dengan sambalnya yang berwarna kemerahan. Paling menarik, nasi putih disajikan dalam bakul besi yang biasanya terdapat di rumah-rumah. Meski ukuran bakul berwarna kuning itu lebih mungil sesuai dengan porsi nasi. Memberi kesan pengunjung merasakan suasana rumah.
Ayam goreng centil di Warung Wareg beserta sambalnya. Foto: Nieke |
Ayam gorengnya renyah dengan bumbu yang meresap. Sementara sambalnya saat dicocol pertama, seolah memberikan kesan tidak pedas. Tapi tunggu beberapa detik, rasa pedasnya menjalar di lidah perlahan-lahan dan benar-benar nendang. Rasa pedas yang merambat.
Masakan berikutnya adalah nasi goreng. Indonesia ini sungguh unik, meski namanya nasi goreng tapi beragam macam dan rasanya. Ada nasi goreng yang dimasak ala Chinnese Food, ada ala Jawa, ada yang berwarna merah dan coklat, ada yang dicampur dengan bakmi. Nah nasi goreng yang saya pesan ini adalah nasi goreng mawut. Tadinya saya membayangkan nasi goreng Jawa dengan campuran mie.
Nasi goreng mawut di Warung Wareg. Foto: Nieke. |
Ternyata yang muncul adalah nasi goreng berwarna kecoklatan (bukan merah yang biasanya ala Jawa) dengan campuran mie, irisan telur dadar, dan potongan daging ayam yang dicincang. Saya menyendok dan mengunyahnya. Hmmm, enak. Tidak pedas. Nasi gorengnya ternyata ala Chinesse Food. Baru kali ini saya menemukan nasi goreng mawut yang dimasak ala Chinesse Food. Sedap.
Milo jahe di Warung Wareg, Batu. Foto: Nieke |
Untuk mengusir hawa dingin yang menyentak kulit, saya menyeruput Milo Jahe. Saya tidak tahu apakah ditambahkan gula aren, tapi jahenya terasa sekali. Cocok diminum di kota dengan hawa sejuk seperti Batu.
Menu-menu lain di Warung Wareg seperti ikan harganya di kisaran Rp 70 ribu per porsi. Ayam goreng sekitar Rp 20 ribu, nasi goreng Rp 20 ribu, dan Milo Jahe Rp 20 ribu. Harga minuman lainnya antara Rp 10-20 ribu.
Menu makanan dan minuman di Warung Wareg. Harganya standar dan ramah kantong. Foto: Nieke |
Warung Wareg. Wareg bahasa Jawa yang artinya kenyang. Nasi goreng mawut yang saya pesan porsinya memang jumbo dan mengenyangkan. Kalau kamu tipe yang makan dengan porsi sedikit, nasi goreng itu malah bisa buat berdua. Begitu pula dengan nasi putih gandengan ayam goreng tadi. Rampung mengisi perut, saya kembali melanjutkan perjalanan menuju Surabaya.
Sinyal radio di mobil tak begitu bagus. Agar perjalanan tak hening, saya memutar stok lagu dari ponsel. Sparks jadi lagu pilihan pertama yang ingin saya dengar. Petikan gitar Coldplay dan suara berkesan malas dari Chris Martin mengalun. Saya memejamkan mata menikmati kantuk.
I know what you'll say
You'll say, "Oh, sing one we know"
I'll always look out for you
Yeah, that's what I'll do
I say "Oh"
It's you that I hold on to
Yeah, that's what I do
But I won't let you down
Oh, yeah,…
Nieke Indrietta
Artikel saya lainnya soal kuliner dan traveling, klik di sini.
lihat foto pertama langusng auto laper banget, lalapan selada dan sambal matah gitu favorit saya banget mba, maklumlah ya suku Sunda lalapan number one heheh, pas ke bawah baca ada milo jahenya juga duhhh jadi pengen banget, cocok juga diminum di Bandung yang hawanya super dingin, udah lama banget ga ke Batu
BalasHapusSaya tertarik dengan Milo Jahe mba Nieke. Jahe memang cocok diminum pas hujan jadi hangatkan badan.
BalasHapusSaya penasaran kenapa namanya sambal centil? apakah ada asal usulnya? menarik juga ya bisa kasih nama seperti itu
BalasHapusPerpaduan antara nasi goreng mawut dan milo jahe cocok nih apalagi udara di Batu sejuk adem gitu, jadi penasaran mau bikin susu milo pake jahe deh :)
BalasHapusSaat hujan melanda, makan nasi goreng dan minum jahe itu nikmat banget. Hawa dingin langsung amblas, apalagi Batu itu terkenal dengan hawaya yang di dingin
BalasHapusWah Warung Wareg ada di Batu ya? Klo di Bandung ada resto namanya Sha-Waregna. Pingin coba nasgor mawutnya...
BalasHapusHaduh mbak Nieke, itu menggoda sekali sih semua menunya. Sebagai penggemar sambal, aku smpe kepikiran loh besok nek lewat area sana, pingin mampir juga πππ
BalasHapus