Saya saat menjajal kereta bandara di Jakarta. Foto @katanieke |
LRT yang diluncurkan setahun lalu itu
membuatnya bisa dan menghemat ongkos transportasi hingga tiga kali lipat. Dari
rumahnya menuju ke stasiun LRT terdekat, ia tempuh dengan ojek atau taksi daring
dengan biaya Rp 10-15 ribu. Sementara tarif LRT menuju bandara Rp 10 ribu. Kartika
membandingkan kondisi dengan sebelum ada transportasi massa tersebut, ia mesti naik
taksi yang ongkosnya bisa mencapai Rp 150 ribu.
Pembangunan kereta itu memang bertujuan untuk menunjang
perhelatan besar Asean Games 2018, yang salah satu lokasinya adalah Palembang
di Sumatera Selatan. Kereta bandara juga diluncurkan di Jakarta, menghubungkan dari Bandara Soekarno Hatta di Tangerang ke pusat kota Jakarta. Saya sudah mencobanya. Nyaman lho. Senang dengan adanya skytrain atau kalayang di bandara itu, lebih praktis dan efisien untuk menuju dari satu terminal ke terminal lain. Naik kereta bandara juga bikin saya berhemat ongkos kendaraan menuju pusat kota.
Ohya, saya bakalan lebih banyak bercerita dari sudut pandang warga luar pulau Jawa. Soalnya sebagai penduduk pulau Jawa, tentunya sudah banyak kisahnya. Pun dengan proyek-proyek pembangunannya. Biar adil, gitu. Jadi, cerita saya soal kenyamanan transportasi di Jawa tak terlalu banyak. Biar suara orang luar Jawa terwakili begitu, Dulurku (saudaraku).
Nonton video saya: Traveling ke Jakarta: Cara Menggunakan Kereta Bandara
Ohya, saya bakalan lebih banyak bercerita dari sudut pandang warga luar pulau Jawa. Soalnya sebagai penduduk pulau Jawa, tentunya sudah banyak kisahnya. Pun dengan proyek-proyek pembangunannya. Biar adil, gitu. Jadi, cerita saya soal kenyamanan transportasi di Jawa tak terlalu banyak. Biar suara orang luar Jawa terwakili begitu, Dulurku (saudaraku).
Selain LRT menuju bandara, warga Sumatera juga telah bisa menikmati perjalanan antar kota dengan kereta, meski belum terhubung sepenuhnya ke seluruh pulau. Jaringan rel kereta eksisting belum saling tersambung di
berbagai wilayah Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, dan Lampung.
Proyek jalur kereta Trans-Sumatera digadang-gadang menjadi jawaban.
Sumber Instagram @kemenhub151 |
Balik lagi ke cerita teman saya, Kartika warga Palembang. Dia mengaku telah menjajal perjalanan liburan dengan kereta
ekonomi berpenyejuk udara dengan rute Palembang-Lampung. Tempat duduk penumpang
terdiri atas satu bangku yang bisa ditempati tiga orang. “Sejauh ini cukup nyaman,” ucapnya.
Proyek infrastruktur memang menjadi salah satu fokus utama di masa kepemimpinan
Joko Widodo sebagai presiden. Itu sebabnya, pemerintah pusat dan kementerian perhubungan gencar membangun infrastruktur baru
di udara, laut, dan darat demi konektivitas pemerataan pembangunan.
Sejauh ini, jalur rel kereta eksisting sepanjang 6.000 kilometer
di seluruh Nusantara. Namun, masih ada 3.190 kilometer jalur kereta mati suri
yang rencananya akan diaktivasi. Dari jumlah yang mati suri itu, di Sumatera
466 km dan Jawa 2.724 km. Tentunya, reaktivasi dinilai lebih efisien ongkos lantaran
tidak memerlukan pembebasan lahan. Kalau seluruh jalur rel kereta ini telah terhubung, asyik juga ya. Masyarakat akan lebih mudah bepergian antar wilayah. Di Sulawesi juga akan digarap proyek rel kereta Trans-Sulawesi juga, lho.
Pembangunan jalur-jalur rel kereta ini kabar menyenangkan buat warga luar pulau Jawa. Soalnya, selama ini pembangunan infrastruktur memang cenderung berpusat di Jawa. Kawan-kawan saya yang berada di luar pulau Jawa, kerap hanya bisa gigit jari.
Feri Ginting yang warga Sumatera Utara misalnya. Ia mengecap pengalaman naik kereta saat kuliah di Yogyakarta pada 1999. Menurutnya, naik kereta menyenangkan lantaran sepanjang perjalanan terhampar pemandangan indah seperti sawah.
"Nyaman dan menyenangkan, bisa melihat suasana pinggiran kota dan pedesaan," katanya. Wajar, kalau Feri kemudian berharap transportasi massa itu dikembangkan pula di daerah asalnya.
Pembangunan jalur-jalur rel kereta ini kabar menyenangkan buat warga luar pulau Jawa. Soalnya, selama ini pembangunan infrastruktur memang cenderung berpusat di Jawa. Kawan-kawan saya yang berada di luar pulau Jawa, kerap hanya bisa gigit jari.
Feri Ginting yang warga Sumatera Utara misalnya. Ia mengecap pengalaman naik kereta saat kuliah di Yogyakarta pada 1999. Menurutnya, naik kereta menyenangkan lantaran sepanjang perjalanan terhampar pemandangan indah seperti sawah.
"Nyaman dan menyenangkan, bisa melihat suasana pinggiran kota dan pedesaan," katanya. Wajar, kalau Feri kemudian berharap transportasi massa itu dikembangkan pula di daerah asalnya.
Adapun sepanjang 2015-2019, Kementerian Perhubungan telah
membangun sepanjang 683,35 km spoor hingga akhir tahun lalu. Hingga
2018, telah dibangun 10 bandara baru, revitalisasi dan pengembangan sekitar 400
bandara termasuk yang berada di daerah rawan bencana, perbatasan, dan terpencil.
Untuk transportasi laut, sedikitnya terbangun 19 pelabuhan.
Keberadaan infrastruktur transportasi adalah salah satu faktor penting pendorong pertumbuhan ekonomi.
Ibarat magnet, penyediaan infrastruktur di sebuah kawasan dapat menarik orang untuk bermigrasi dan melakukan aktivitas ekonomi. Sederhananya, coba saja perhatikan. Ketika dibangun sebuah jalan dan infrastruktur transportasi di sebuah kawasan, tak lama akan muncul infrastruktur lain seperti listrik dan air.
Contoh riilnya adalah pembangunan jalan tol, bandara baru,
stasiun baru. Lingkungan sekitarnya pasti langsung ‘hidup’. Di sekitarnya,
biasanya akan muncul restoran, toko oleh-oleh, rumah, bangunan, stasiun
pengisian bahan bakar umum alias SPBU, dan sebagainya.
Pembangunan infrastruktur transportasi juga mendongkrak nilai
keekonomian bagi sektor bisnis dan industri di daerah. Jangankan harga buah domestik yang lebih mahal dari buah impor. Harga barang yang sama di Jawa dan luar Jawa bisa berbeda. Ada disparitas harga. Ternyata
biaya logistiklah yang menjadi penyebabnya.
Petani menjual produknya ke distributor atau ke kota saja menggunakan angkutan darat yang belum tentu kondisi jalannya baik atau tersedia transportasi. Nah, keberadaan infrastruktur transportasi diharapkan juga bisa menguntungkan para petani dan meningkatkan kesejahteraannya.
Contohnya, warga Kabupaten Karo yang mayoritas hidup dari pertanian. Ketika musim liburan tiba, jalanan macet sehingga berdampak pada distribusi dan harga jual komoditas pertaniannya.
Petani menjual produknya ke distributor atau ke kota saja menggunakan angkutan darat yang belum tentu kondisi jalannya baik atau tersedia transportasi. Nah, keberadaan infrastruktur transportasi diharapkan juga bisa menguntungkan para petani dan meningkatkan kesejahteraannya.
Contohnya, warga Kabupaten Karo yang mayoritas hidup dari pertanian. Ketika musim liburan tiba, jalanan macet sehingga berdampak pada distribusi dan harga jual komoditas pertaniannya.
“Para pembeli komoditas jadi malas naik ke Berastagi saban
macet. Tak ada pembeli artinya harga jatuh,” kata Feri Ginting, yang berprofesi sebagai petani
kopi asal Kabupaten Karo, Sumatera Utara.
Itu sebabnya Feri berharap pemerintah juga bisa membuka jalur kereta dari Kabupaten Karo ke selatan yakni Pematang Siantar, Rantau Parapat, dan sebagainya. “Kalau ke arah kota Medan, saya tak berharap banyak karena wilayah pegunungan dan kontur tanahnya tidak mendukung,” ujarnya.
Perluasan infrastruktur transportasi, kata dia, tak hanya berdampak pada nilai jual petani. Tapi juga sektor pariwisata di daerah sekitarnya. Apalagi selama ini pariwisata Sumatera Utara terpusat di Danau Toba saja.
Sejak adanya peningkatan status bandara Silangit--kini bandara internasional Sisingamaraja XII, pembangunan jalur kereta lingkar danau Toba menuju Bandara Kuala Namu, serta pembangunan jalan tol yang seluruhnya di wilayah selatan berhasil membuat arus wisatawan di sekitar Danau Toba meningkat pesat.
Namun, kata Feri, Kabupaten Karo, Kabupaten Dairi, dan Aceh Tenggara menjadi terhambat karena akses jalan satu-satunya ke kota Medan rawan macet dan longsor. Jarak tempuh Berastagi-Medan yang biasanya 1,5 jam menjadi 5-12 jam di kala musim liburan. Maka, pengembangan infrastruktur transportasi daerah lain mesti juga segera digarap. Agar sama-sama bisa menikmati manfaat ekonomi dan kesejahteraan.
Itu sebabnya Feri berharap pemerintah juga bisa membuka jalur kereta dari Kabupaten Karo ke selatan yakni Pematang Siantar, Rantau Parapat, dan sebagainya. “Kalau ke arah kota Medan, saya tak berharap banyak karena wilayah pegunungan dan kontur tanahnya tidak mendukung,” ujarnya.
Perluasan infrastruktur transportasi, kata dia, tak hanya berdampak pada nilai jual petani. Tapi juga sektor pariwisata di daerah sekitarnya. Apalagi selama ini pariwisata Sumatera Utara terpusat di Danau Toba saja.
Ilustrasi foto bandara di Indonesia. Foto @katanieke |
Sejak adanya peningkatan status bandara Silangit--kini bandara internasional Sisingamaraja XII, pembangunan jalur kereta lingkar danau Toba menuju Bandara Kuala Namu, serta pembangunan jalan tol yang seluruhnya di wilayah selatan berhasil membuat arus wisatawan di sekitar Danau Toba meningkat pesat.
Namun, kata Feri, Kabupaten Karo, Kabupaten Dairi, dan Aceh Tenggara menjadi terhambat karena akses jalan satu-satunya ke kota Medan rawan macet dan longsor. Jarak tempuh Berastagi-Medan yang biasanya 1,5 jam menjadi 5-12 jam di kala musim liburan. Maka, pengembangan infrastruktur transportasi daerah lain mesti juga segera digarap. Agar sama-sama bisa menikmati manfaat ekonomi dan kesejahteraan.
*
Transportasi Penghubung Negara Kepulauan
Tak semua wilayah di Indonesia bisa ditempuh dengan perjalanan
darat. Indonesia merupakan negara kepulauan sekaligus memiliki banyak
pegunungan. Unik dengan tantangan kondisi alamnya. Itu sebabnya, pemerintah berusaha mewujudkan konektivitas tiap wilayah
dengan menyesuaikan kondisi medan serta memadukan berbagai moda transportasi darat, laut, dan udara. Upaya pemerintah ini rupanya disorot World
Economic Forum (WEF).
Dalam pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan
Bank Dunia 2018 di Bali, salah satu topik yang dibicarakan adalah masalah infrastruktur.
Kajian WEF menyatakan infrastruktur transportasi Indonesia berada di peringkat ke-3 di antara anggota
ASEAN. Ranking pertama diraih Singapura, yang memang transportasi umumnya patut
diacungi jempol. Sedangkan peringkat ke-2 diduduki Malaysia.
Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Foto @katanieke |
Pun demikian dengan program rute tol laut,
yang meningkat tiga kali lipat empat tahun terakhir. Pada saat program tol laut
dibuat hanya beroperasi 6 rute, kini jumlah rutenya sudah tiga kali lipat. Keberadaan
program tol laut juga diklaim berdampak pada pengurangan biaya logistik di beberapa
daerah.
Infografis diambil dari situs Kominfo |
Kementerian Perhubungan juga memiliki rencana bekerja sama dengan perusahaan pelayaran swasta di program tersebut. Tujuannya tentu saja untuk mengurangi disparitas harga komoditas di wilayah Indonesia bagian timur. Mengutip situs Liputan6, Menteri Budi Karya Sumadi mengatakan, pemerintah daerah juga perlu berperan dalam menjaga penyebaran logistik agar merata dan bernilai keekonomian.
Pembangunan
konektivitas bisa menjadi solusi atas tingginya biaya logistik di Indonesia
yakni sebesar 24 persen dari Produk Domestik Bruto, berdasarkan kajian Frost
and Sullivan. Ini penyebab biaya logistik di Indonesia bagian timur mahal. Pembangunan infrastruktur selama empat tahun terakhir diyakini bisa mengurangi kesenjangan
di wilayah tersebut. Pun demikian dengan rencana Kementerian Perhubungan atas proyek infrastruktur transportasi di lima tahun periode kedua Presiden Joko Widodo.
Rakyat Indonesia menanti terkoneksinya seluruh wilayah Nusantara demi pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan ekonomi. Semoga segera terwujud dari Sabang sampai Merauke.
Kinerja pembangunan infrastruktur oleh Kementerian Perhubungan bisa dilihat di sini lho:
Rakyat Indonesia menanti terkoneksinya seluruh wilayah Nusantara demi pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan ekonomi. Semoga segera terwujud dari Sabang sampai Merauke.
Kinerja pembangunan infrastruktur oleh Kementerian Perhubungan bisa dilihat di sini lho:
Laporan Kinerja 5 Tahun Pembangunan dan Pengembangan Transportasi Indonesia
***
Nieke Indrietta
Excited menanti transportasi massa yang mumpuni terkoneksi mba.
BalasHapusSekaligus menanti semua fasilitasnya bisa digunakan oleh seluruh masyarakat.
Waktu lebaran kemarin, saya berkali-kali main ke pelabuhan tanjung perak, dan takjub.
Bukan takjub bangga, tapi takjub heran.
karena calon penumpang kapal laut membeludak di emperan pelabuhan, persis sama kayak beberapa tahun lalu, di saat pelabuhan kayak pasar dan jauh dari kata mewah.
Padahal, kalau dilihat dari bangunannya yang super megah, dengan banyak kursi yang bsia dipergunakan, tapi sama sekali tidak dipergunakan, entah buat apa tuh bangunan dibangun :(
Turut sedih atas pengalaman itu. Semoga pengelola armada laut bisa lebih memperhatikan kenyamanan penumpangnya. Tidak hanya saat menumpang transportasi lautnya, tapi juga saat menanti untuk naik kapal dengan menyediakan layanan yang baik dan nyaman, termasuk sesudah penumpang turun dari kapal di wilayah pelabuhan.
HapusEnak kali ya mbak, jika nanti nya jalur kereta terhubung dari aceh sampai ke lampung, semua propinsi di sumatera di lewati, mungkin akan lebih aman dan nyaman jika bepergian...
BalasHapusSemoga bisa terwujud ya, Kak. Saya sebagai penduduk Jawa sudah menikmati nyamannya perjalanan kereta yang terkoneksi dari ujung ke ujung. Tersambungnya jalur kereta juga berpengaruh pada logistik lho. Perdagangan akan lebih lancar, biaya produksi/distribusi bisa ditekan. Otomatis harga bisa lebih kompetitif dan menguntungkan produsen.
HapusKeretanya nyaman dan mewah bagi saya sampai pengen naik juga, hi hi. Saya lega adanya konektivitas membantu masyarakat untuk lebih memudahkan mobilitas mereka.
BalasHapusSemoga saja harapan teman Mbak soal pembangunan jalur kereta untuk memudahkan wisatawan yang berlibur itu bisa membanti kehidupan petani karena sistribusi pertanian harus disegerakan. Jalan macet itu mahal di ongkos dan buang energi berkali lipat.