Menu

Percik Kata Nieke

Sabtu, 09 Desember 2023

Kenapa Pengunjung Tak Boleh Bawa Makanan dan Minuman Luar ke Dalam Resto

Pernah dilarang bawa makanan dari luar resto? Ternyata ini alasannya.



Drama Queen di Sebuah Resto

Lagi asyik-asyiknya makan di sebuah restoran dalam mal, tiba-tiba terjadi keributan kecil. Sejumlah pengunjung marah-marah dan menyindir pegawai resto yang berdiri persis di depan pintu masuk. Saya tahu kejadian ini karena duduk di dekat pintu masuk.

Saat itu saya sedang menikmati ramen daging sapi dengan kuah yang kaldunya gurih. Sesuai namanya, mie keriting dengan tekstur agak bergelombang, tebal, kenyal sekaligus empuk, yang tenggelam dalam kuah kaldu. Berpadu dengan irisan daging sapi dengan panjang sekitar 2 cm yang manis bercampur gurihnya kaldu. Yummy yummy.

Saya sedang mempraktikkan mindful eating atau makan dengan kesadaran sepenuhnya. Bahkan ponsel saya letakkan dalam tas agar tidak terdistraksi. 

"Maaf, Bu, Kak, tidak bisa membawa masuk makanan dan minuman dari luar," saya mendengar suara pegawai resto perempuan berbicara dengan sopan.

"Masa tidak bisa, saya pernah di ***** Plasa masuk kok bisa," sahut pengunjung perempuan dengan nada jengkel dan ngeyel. 

Saya melirik ke arah pintu masuk. Terlihat sekitar tiga-empat orang pengunjung. Masing-masing memang membawa makanan dan minuman dari luar. Mulai dari jajan ayam nugget berbumbu, kentang goreng, hingga minuman kekinian seperti cincau dan boba.

Mereka rupanya tidak terima, ketika diberitahu tidak bisa membawa makanan dan minuman dari luar. Sebenarnya di sebelah karyawan resto yang bertugas di depan pintu itu, terdapat sebuah meja kecil. Terlihat beberapa gelas minuman pengunjung resto yang diletakkan di sana, sementara pemiliknya sedang duduk di meja resto menikmati hidangan. Sepertinya mereka enggan meniru pengunjung lain dengan meletakkan jajanan dari luar di meja itu. Maka, mereka meneruskan omelan dengan nada kencang dan menyindir-nyindir. 



Saya teringat masa lalu. Beberapa tahun lalu, saya pernah mengalami hal serupa di sebuah mal lain di pusat kota. Terlanjur beli minuman kemasan, lalu masuk ke sebuah resto masakan Indonesia. Salah seorang karyawan memberitahukan hal serupa kepada saya. Saya lalu menyimpan minuman itu dalam kantong, lalu berujar ke karyawannya.

"Saya memesan minuman dari resto ya, yang saya bawa, saya simpan," kata saya.

Sejak saat itu saya sebenarnya penasaran kenapa resto tidak membolehkan pengunjung membawa makanan dan minuman dari luar. Apakah karena resto tidak mau rugi ya? Ya masuk akal sih. 

Saya juga pernah bertanya pada teman saya yang punya usaha resto. Kalau pengunjung singgah berjam-jam, membawa 'bekal' sendiri, memesan sedikit atau bahkan tidak memesan bukan hanya soal rugi, tapi juga etika. Lagian, kalau bawa makanan sendiri, kenapa tidak memilih makan di food court atau pujasera saja ya.

Apa iya, hanya soal etika? 

*

Kalau Bawa Makanan, Izin Dulu

Saat masih tinggal di Jakarta, saya dan teman-teman pernah booking atau memesan meja di sebuah resto. Ceritanya, kami patungan hendak bikin surprise party atau pesta kejutan sederhana untuk seorang teman yang ulang tahun. Sirkel pertemanan saya punya kebiasaan unik--justru menraktir teman yang ultah, bukan minta ditraktir.

Nah, pesta ulang tahun biasanya kan menyajikan kue tart. Teman saya yang bertugas menyiapkan kue tart, tetiba melapor. 

"Tadi saya nanya ke pihak resto, apakah dibolehkan bawa tart dari luar. Ternyata tidak bisa, gaes," katanya.

"Wah, apa ganti venue (tempat) saja?" sahut teman yang lain.

"Restonya punya atau produksi kue tart, nggak? Kalau iya, tartnya beli sekalian aja di restonya," usul yang lain.

Akhirnya kami memutuskan tetap di tempat yang sama, tapi membeli tart dari resto tersebut. Sebenarnya tidak semua resto menolak. Pada lain kesempatan, kami mencoba resto yang berbeda. Saat kami menanyakan, apakah boleh bawa kue tart ternyata pihak resto membolehkan. Apalagi resto tidak menjual tart.


Lho, kenapa resto yang ini bisa ya? Ternyata ada syaratnya. Kue tart yang dibawa sudah berlabel halal. Pihak resto juga membantu dengan menyediakan piring-piring kecil untuk makan kue tart. Ternyata itu kata kuncinya: label halal.

Kalau pengunjung bertanya atau minta izin terlebih dulu, terhindar dari kejadian tidak mengenakkan. Daripada merasa tersinggung atau dipermalukan, walau ketika diberitahu secara baik-baik. 

Dalam beberapa hal biasanya resto juga membuat pengecualian. Misalnya ketika membawa air minum khusus untuk membuat susu bayi dan anak kecil. 

*

Kewajiban Pemilik Sertifikasi Halal 

Rupanya restoran yang sudah mengantongi sertifikat halal memiliki kewajiban melarang pengunjung membawa makanan dan minuman dari luar. Sertifikat halal menjadi jaminan bahwa makanan yang dijual halal. Demikian pula dengan peralatan dan proses masaknya. Seluruh bahan baku yang digunakan pun harus mempunyai label halal.

Jadi wajarlah, jika sebuah resto memiliki kebijakan tidak membolehkan pengunjung membawa makanan dan minuman dari luar. Tentunya untuk mencegah agar tidak ada makanan non-halal yang dibawa pengunjung dari luar. 

Masih ingat kan, cerita seorang influencer terkenal yang membawa krupuk mengandung babi ke dalam sebuah restoran yang telah berlabel halal. Ia menayangkan momen ia makan krupuk non-halal dicampur makanan halal di resto tersebut di sebuah media sosial. Hebohlah netizen. 

Tak lama, menanggapi viralnya unggahan influencer tersebut, pihak resto merespon dengan menayangkan adegan penghancuran mangkok dan peralatan makanan di media sosial. Penghancuran peralatan makanan tersebut untuk mencegah agar bekas alat makan yang telah digunakan sebagai wadah makanan non-halal, tidak digunakan pengunjung lain. 

Satu orang influencer mengakibatkan penghancuran seluruh alat makan di resto tersebut. Pihak resto kemudian menyatakan akan menggunakan peralatan baru. Artinya, mereka mengeluarkan biaya untuk membeli perabotan baru. Hmm, bayangkan berapa biaya kerugiannya. Belum masalah kredibilitas.



Beruntungnya, si influencer merasa bersalah. Ia juga menyatakan permohonan maaf disertai kesediaan untuk membayar kerugian resto tersebut. Si influencer menunjukkan itikadnya bertanggung jawab. Tidak ada lanjutan tindakan hukum atas insiden ini. 

*

Bagaimana dengan Resto Non-Halal

Resto atau tempat yang menyediakan makanan non-halal pun punya aturan. Pengunjung juga tidak bisa sembarangan membawa makanan dan minuman dari luar. Biasanya lantaran mereka hendak menjaga kualitas makanan dan minuman yang disediakan.

Selain itu, untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Semisalnya saja tetiba ada pengunjung keracunan makanan, yang ternyata akibat kandungan makanan yang dibawanya dari luar. Hal-hal seperti inilah yang dijaga oleh pihak atau pengelola usaha makanan dan minuman.

*

Kesimpulan

Pernah dengar slogan 'pembeli adalah raja'? Slogan itu tentu tidak bisa diterapkan mentah-mentah dalam hal ini. Seandainya pun pembeli seorang raja, raja biasanya adalah pemimpin yang dituntut berwibawa dan bijaksana. Bijaksana dalam mematuhi aturan suatu tempat dan tidak bersikap seenak jidat. 

Bagaimana dengan teman pembaca? Pernah mengalami hal serupa? 


Salam hangat,

Kata Nieke








Senin, 27 November 2023

Sepak Terjang BRI Memberdayakan Ultra Mikro dan UMKM Indonesia

Survei BRI menyatakan sebanyak 5 juta UMKM terjerat rentenir. Bagaimana upaya BRI memberdayakan UMKM Indonesia?


BRI membantu UMKM Indonesia lepas dari jerat rentenir.
Upaya BRI memberdayakan ultra mikro dan UMKM Indonesia. 
Ilustrasi dibuat oleh @katanieke dengan Canva. Sumber foto: Instagram Bank BRI.


Membebaskan Warga dari Jerat Rentenir


Rika Sasmiatun menolong warga desanya yang terjerat rentenir dengan menjadi  BRILink Mitra UMi (Ultra Mikro). Ini kisahnya. Perempuan usia 35 tahun ini tinggal di lereng Gunung Muria, Pati, Jawa Tengah. Tepatnya di Dukuh Karanganyar, Desa Jrahi. 

Mayoritas warga desa Jrahi bekerja sebagai petani di sawah dan kebun dengan jenis komoditas seperti kopi, jagung, sayur-sayuran, dan padi. Walau ada sebagian warga yang bekerja sebagai pedagang.

"Kadang ada kebutuhan mendesak buat modal. Banyak warga yang akhirnya terjerat utang ke rentenir," tutur Rika, dikutip dari saluran Youtube Bank BRI.

Meminjam secara legal tak memungkinkan karena kantor BRI terdekat jaraknya sekitar 10 kilometer ke Gunung Wungkal. Lantaran keadaan tersebut, Rika memperoleh rekomendasi dari Mantri BRI untuk menjadi Mitra UMi dari BRI. 

Agen Mitra UMi BRI jadi pahlawan UMKM menolong bebas dari rentenir.
Agen Mitra UMi Rika Sasmiatun, asal Desa Jrahi, Pati, yang menolong warga desanya terbebas dari rentenir.
Sumber foto: Youtube Bank BRI.


Rekomendasi tersebut diperoleh dengan tak sembarangan. Rika telah aktif menjadi agen BRILink di Kabupaten Pati selama 7 tahun atau sejak 2017. Rika memiliki usaha toko sembako dan frozen food. Di toko itulah Rika menjalankan tugasnya sebagai agen BRILink. Dengan digitalisasi BRI, Rika bisa melayani transaksi pembayaran dan keuangan yang real time online dengan BRI, yakni dengan memakai fitur EDC miniATM BRI.

Toko Rika terletak di tempat yang strategis, di pinggir jalan raya yang menjadi lalu lintas utama warga. Selain sebagai tempat belanja sembako, toko Rika juga melayani pembayaran listrik, beli pulsa, pembayaran BPJS. Tak heran kalau tokonya ramai.

Menjadi Mitra UMi memungkinkan Rika untuk memberi jenis layanan yang lebih berkembang kepada masyarakat. Beberapa di antaranya, edukasi dan konsultasi keuangan, serta pinjaman modal usaha ke BRI.

"Saya tergerak untuk menerima rekomendasi dari Mantri BRI untuk jadi BRILink Mitra UMi," ucapnya.

Sejak Februari 2022, Rika menjadi mitra program pembiayaan ultra mikro (UMi) atau disebut Mitra UMi. Rika memberi edukasi kepada warga desanya pelaku usaha mikro mengenai manfaat mengajukan pinjaman ke BRI. Mulai dari pembukaan akun rekening Tabungan BRI Simpedes yang gratis dan pelunasan pinjaman yang memudahkan.

“Daripada lewat rentenir yang bunganya tinggi," kata Rika.

Melalui Rika sebagai Mitra UMi, warga bisa mengajukan pinjaman ke BRI mulai dari Rp 2 juta. Program ini memudahkan para petani dan pelaku usaha mikro yang belum bisa mengakses fasilitas perbankan, memperoleh dana pinjaman modal usaha. 

"Dengan sistem pinjaman yang fleksibel, debitur bisa melakukan pinjaman dengan jangka waktu jatuh tempo sesuai kemampuan," kata Rika.


Program pinjaman modal usaha untuk UMi Ultra Mikro
Ilustrasi dibuat oleh @katanieke dengan Canva. Sumber: bri.co.id

Satu tahun setelah Rika menjadi mitra UMi BRI, warga desanya mulai mengenal dan mengakses fasilitas perbankan. Warga beralih dari rentenir ke pinjaman modal usaha dari BRI.

"Alhamdulillah, sekarang masyarakat pelan-pelan bisa lepas dari jeratan rentenir yang bunganya tinggi dan beralih ke bank yang lebih terpercaya. Contohnya ya ini, BRILink Mitra UMi," tuturnya.

Dari mantri BRI, Rika belajar melihat riwayat angsuran dan kebiasaan debitur. Apabila ada debitur yang butuh perhatian ekstra dan kesulitan, Mantri BRI siap membantu. Menurut dia, debitur senang mendapat bantuan mengatur setoran agar tepat waktu. 

Program Mitra UMi memudahkan para petani mendapatkan dana pinjaman modal usaha. Setelah calon debitur mengajukan pinjaman dan pengajuan, agen Mitra UMi melakukan assessment lokasi, lalu mengajukan pencairan kepada BRI.

Ketekunan Rika membuahkan hasil. Awal menjadi Mitra UMi, Rika hanya memilki  debitur yang jumlahnya bisa dihitung jari. Kini ia melayani 500 debitur. "Dan enggak ada satupun yang nunggak," ucapnya. 

Rika menjadi salah satu Mitra UMi BRILink paling ramai di desanya. Tak hanya itu, ia meraih penghargaan Best Mitra UMi 2023 lantaran keberhasilannya menyalurkan pinjaman ke banyak debitur sekaligus menjaga kualitasnya. 

Keberhasilan Rika sebagai BRILink Mitra UMi merupakan hasil bimbingan Mantri BRI Achmad Solikin. Achmad mengajarkan cara menggunakan BRISpot, salah satu produk digitalisasi BRI. Ini adalah aplikasi khusus para tenaga pemasar mikro BRI atau Mantri BRI untuk memproses pengajuan dan pencairan pinjaman melalui ponsel.

Selain itu, Achmad mengajarkan cara mendapatkan akuisisi debitur, serta menjalin hubungan baik dengan pemangku wilayah seperti RT, RW, dan tokoh desa setempat. Tujuannya, Rika memperoleh bantuan dari pemangku wilayah dalam memperkenalkan BRILink Mintra UMi ke warga daerahnya.

Mantri BRI berperan sebagai tenaga pemasar BRI yang membantu pelaku usaha Mikro mengembangkan bisnisnya. "Saya sebagai Mantri BRI juga selalu memberikan dukungan dan edukasi kepada Bu Rika untuk menyalurkan Pinjaman KECE secara tepat orang, tepat jumlah, dan tepat waktu," kata Achmad, seperti dikutip dalam saluran Youtube Bank BRI

Pinjaman Kece (Kredit Cepat) adalah kredit untuk usaha mikro dan angsurannya bisa setiap minggu. Achmad juga mengajarkan cara menjaga kualitas debitur, salah satunya dengan mengingatkan angsuran debitur secara rutin sesuai polanya.

BRI pahlawan UMKM. Agen BRIlink membantu masyarakat lepas dari rentenir.
Sorotan kisah agen BRILink dalam media massa.
Sumber: Liputan6, Tempo, Antara.


Rika Sasmiatun bukan satu-satunya Mitra UMi BRILink yang berhasil membantu warga bebas dari jerat rentenir. Ada kisah sukses Mitra UMi BRILink lainnya dalam membantu masyarakat lepas dari rentenir. Di antaranya Pidawati, perempuan 41 tahun, yang memiliki usaha penjualan pulsa di Guntur, Setiabudi, Jakarta Selatan.

Apa yang dilakukan para Mantri, Agen, dan Mitra UMi BRILink merupakan salah satu kontribusi BRI untuk Indonesia. Melalui tangan-tangan mereka, BRI menjangkau wilayah-wilayah yang berada di desa-desa sekalipun serta pelaku usaha yang belum dapat mengakses fasilitas kredit perbankan. BRI memberdayakan pelaku usaha ultra mikro dan UMKM Indonesia.



Bermula dari Impian Raden Wirjaatmadja 128 Tahun Lalu


Sejarah Bank BRI. Bank Rakyat Indonesia.
Museum Bank Rakyat Indonesia di Purwokerto, Jawa Tengah.
Sumber foto: https://visitjawatengah.jatengprov.go.id/id/regency/kabupaten-banyumas/destinasi-wisata/museum-bank-rakyat-indonesia


Seandainya Raden Bei Aria Wirjaatmadja-- perintis berdirinya Bank Rakyat Indonesia--bisa melihat impiannya membantu warga terlepas jerat rentenir, terus berjalan hingga lebih dari satu abad. Sekitar 128 tahun yang lalu, Wirjaatmadja adalah Patih Banyumas di Jawa Tengah, sekaligus wakil bupati. Dialah yang mendirikan sebuah bank yang menjadi cikal bakal BRI.

Bermula dari suatu kejadian di 1894, ketika Wirjaatmadja menghadiri pesta seorang guru di Banyumas. Guru itu mengadakan pesta sunatan anaknya yang terbilang mewah, yang nominalnya jauh di atas gajinya. Wirjaatmadja yang mengetahui jumlah gaji guru tersebut, terheran-heran.

Wirjaatmadja pun bertanya, darimana guru itu memperoleh dana pesta. Guru itu bercerita, ia berutang pada lintah darat dengan bunga yang tinggi. Wirjaatmadja menyadari, guru itu bukan satu-satunya orang yang terjerat rentenir. Dari situlah muncul keinginan untuk membantu kaum priyayi, pegawai, dan petani yang terjebak lintah darat.

Wirjaatmadja memang memiliki keahlian dalam keuangan. Ia mengelola kas masjid Purwokerto. Kas masjid tersebut sempat ia manfaatkan sebagai pinjaman kepada pihak yang membutuhkan seperti pegawai dan petani. Dalam perjalanannya, pengelolaan ini kemudian berubah menjadi lebih formal dalam bentuk bank. 

Bermula dari sebuah bank priyayi di Purwokerto, kini menjelma menjadi BRI untuk Indonesia. Tak hanya kantor cabang di Nusantara, juga kantor mancanegara di Amerika Serikat, Hong Kong, Singapura, dan Taiwan. Jumlah agen BRILink mencapai lebih dari 600 ribu orang.  
 

Infografis sejarah BRI.
Infografis sejarah BRI. Ilustrasi dibuat oleh @katanieke dengan Canva.


Jejak Raden Wirjaatmadja dalam membangun cikal bakal BRI ini bisa ditemukan di Museum Bank Rakyat Indonesia di Purwokerto, Jawa Tengah. Tepatnya di  Jalan Jendral Sudirman No. 57, Kecamatan Purwokerto Barat, Kabupaten Banyumas. Bahkan di situ terdapat replika bangunan bank yang didirikan Wirjaatmadja. Kalau singgah ke Purwokerto, jangan lupa mampir ke museumnya ya.



Upaya BRI Memberdayakan Ultra Mikro dan UMKM Indonesia


Program-program BRI untuk memberdayakan UMKM dan ultra mikro.


UMKM berperan besar dalam  pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 60 persen. UMKM juga mampu menyerap tenaga kerja lebih dari 100 juta orang. Lantaran potensinya dalam menggerakkan perekonomian itulah maka UMKM mendapat perhatian. 

Pada 2018, BRI pernah mengadakan survei yang hasilnya cukup mengejutkan. Dari 57 juta pelaku UMKM yang membutuhkan modal usaha, sebanyak 5 juta UMKM masih terjerat utang rentenir. Sebanyak 30 juta UMKM malah belum tersentuh lembaga pembiayaan formal. Pada 2019, dari 65 juta pelaku UMKM,  sebanyak 14 juta tidak punya akses keuangan.

Masih survei BRI tahun 2018, dari 57 juta UMKM, sebanyak 7 juta UMKM mengandalkan pinjaman modal ke kerabat atau keluarganya. Hanya 15 juta UMKM yang telah mendapat akses pendanaan formal. 

Sejak terbentuknya Holding Ultra Mikro pada 2021, lembaga ini telah menyalurkan pinjaman kepada lebih dari 36 juta usaha mikro dan ultra mikro.

BRI menjalankan sejumlah program pemberdayaan UMKM, di antaranya Desa BRILian, Klasterku Hidupku, Link UMKM, dan Pasar Rakyat Indonesia (PARI).

Sementara beberapa di antara program flagship BRI seperti Growpreneur yakni program aktivasi pemberdayaan dan pendampingan bagi UKM; BRILianpreneur;  pendampingan dan pemberdayaan melalui Rumah BUMN; dan Pengusaha Muda BRILian. 

Program Desa BRILian


Program Desa BRILian bertujuan mendorong kemajuan desa-desa di Indonesia. Menurut Indeks Desa Membangun (IDM) tahun 2022, dari total 74.051 desa di Indonesia,  yang termasuk kategori maju dan mandiri masih kurang dari 35 persen. 

Hingga akhir September 2023, BRI memiliki  2.843 desa binaan di seluruh Indonesia. Desa-desa tersebut memperoleh berbagai pelatihan dari BRI untuk meningkatkan kapabilitas perangkat desa, pengurus Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), dan UMKM.

Salah satunya, Desa Megulung Kidul di bagian barat Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Dari segi akses transportasi, Desa Megulung Kidul dilalui jalur penghubung Kabupaten Purworejo, Kebumen, dan Wonosobo. Dari total luas wilayah desa yang mencapai 165 hektare (ha), sebanyak 92 ha berupa lahan pertanian produktif dengan komoditas padi dan kacang hijau.

Sejak mengikuti Program Desa BRILian, Desa Megulungkidul di Kecamatan Pituruh, Kabupaten Purworejo ini berubah menjadi Desa Agrowisata yang berpadu dengan panorama alam, kuliner, dan UMKM. Maka dibuatlah destinasi Wisata Dusun Sabin Taman Anggur di tengah persawahan.

Warga diberdayakan melalui sejumlah edukasi seperti budidaya anggur, pembuatan minyak kelapa, kerajinan batik tulis, perikanan, pembuatan kerupuk rambak, pembuatan cotton bath, dan budidaya ulat Hong Kong.

Badan Usaha Milik Desa atau BUMDes berkolaborasi dengan warga dengan cara membeli hasil panen dan memfasilitasi ruang sentra produksi UMKM. Bumdes juga membuat Agro Resto Cafe yang menawarkan Taman Anggur, Coffee Shop, Edukasi, dan pembibitan Taman Anggur. Dalam proses transaksi bekerja sama dengan BRI dengan menggunakan QRIS, sistem BRILink, dan Stroberi Kasir.

Dengan demikian, kalau suatu hari berkunjung ke Agrowisata Dusun Sabin Taman Anggur, wisatawan bisa membayar dengan QRIS. Warga telah mendapat pelatihan soal digitalisasi perbankan dan keuangan dari BRI.


Sumber video: Youtube Bank BRI.



Program Klaster UMKM

Program 'Klasterku Hidupku' adalah wadah bagi pelaku UMKM untuk mengembangkan bisnis. BRI mendampingi dan membantu pelaku UMKM mulai dari modal, pelatihan-pelatihan, dan program pemberdayaan lainnya. 

Salah satu contohnya adalah Klaster Usaha Kopi Akar Wangi yang memadukan hasil kopi dengan akar wangi sehingga menjadi minuman khas. Klaster Kopi Akar Wangi berlokasi di Kampung Waluran Tonggoh, Desa Sukalaksana, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut. Mayoritas warga di daerah itu berprofesi sebagai petani kopi dan akar wangi. Hasil produksi kemudian dipasarkan Badan Usaha Milik Desa. 


BRILianpreneur

BRI menjembatani para pelaku UMKM untuk memperkenalkan produknya di kelas global atau pasar dunia melalui Program BRILianpreneur.  Sebelumnya UMKM yang hendak menjadi peserta melalui proses seleksi terlebih dulu. Para pelaku UMKM yang lolos seleksi akan ikut serta dalam sebuah pameran seperti UMKM EXPO(RT) BRILIANPRENEUR. 

BRIlianpreneur, BRI memberdayakan UMKM Indonesia.
BRILianpreneur, program pemberdayaan UMKM dari BRI. 
Ilustrasi dibuat dengan Canva. Foto: Instagram Bank BRI.

Demikianlah, di usianya yang lebih dari satu abad, BRI berkiprah memberi makna untuk Indonesia. Berupaya menjadi pahlawan UMKM melalui sejumlah pemberdayaan, membebaskan mereka dari jerat rentenir, hingga mengangkat ke kelas global. 



Salam hangat, 

Nieke Indrietta

Digitalisasi BRI.
Digitalisasi BRI mempermudah masyarakat dalam mengakses keuangan.
Ilustrasi dibuat dengan Canva. Sumber foto: Instagram Bank BRI.


Referensi:

bri.co.id

https://www.bri.co.id/en/web/ppid/detail-news

brilianpreneur.com

Saluran Youtube resmi BRI https://youtube.com/@BANK_BRI

Media sosial Instagram BRI https://instagram.com/bankbri_id

https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/4593/perkembangan-umkm-sebagai-critical-engine-perekonomian-nasional-terus-mendapatkan-dukungan-pemerintah

https://www.kompas.com/stori/read/2023/08/25/070000379/sejarah-bank-rakyat-indonesia-bri-didirikan-di-purwokerto

https://www.cnbcindonesia.com/market/20230908115413-17-470706/2-tahun-holding-ultra-mikro-rangkul-36-juta-pelaku-usaha

https://www.bri.co.id/en/web/ppid/detail-news?title=ini-ragam-pemberdayaan-dan-pendampingan-bri-untuk-memajukan-umkm-indonesia

Jumat, 03 November 2023

Beda Kondangan dan Jagong Manten di Jawa

Tiap daerah punya istilah buat menyebut menghadiri acara pernikahan. Kalau di Surabaya, disebut kondangan.



Kondangan Bersama Tetangga


Musim kondangan tiba. Sebuah amplop warna merah dikirim tetangga ke rumah saya. Rupanya beliau hendak mantu. Tetangga saya hendak menikahkan putranya dengan pujaan hatinya.

Acara resepsi tidak berlangsung di Surabaya. Perhelatan digelar di kota yang persis bersebelahan dengan Kota Pahlawan, Sidoarjo. Saat membaca nama lokasinya di undangan, saya langsung tahu tempatnya. Sebuah hotel yang berada di jalan besar menuju gerbang sebuah perumahan di Sidoarjo. Letaknya tak jauh dari Lippo Mal Sidoarjo. Juga tak jauh dari pintu keluar tol.

Saya pun bertanya kepada ketua RT (Rukun Tetangga) yang juga mendapat undangan. "Pak, ini ada rencana warga mau berangkat bareng, gak?"

Rupanya selain saya, ada beberapa tetangga yang juga menanyakan hal sama ke Pak RT. Kebanyakan ibu-ibu. Pak RT berencana membawa mobil Innovanya. Ia menawarkan berangkat dari komplek sekitar pukul setengah delapan. Acara resepsi pukul sembilan. Perjalanan Surabaya-Sidoarjo melalui jalan tol diperkirakan sekitar 40 menit.

Kebetulan hari resepsi itu jatuh pada hari Minggu. Besar kemungkinan jalanan tidak akan macet. 

Pukul setengah delapan kurang, Pak RT bersama mobilnya telah tiba di depan rumah. Terdengar suara klakson khas mobilnya. Saya sudah bersiap di teras. 

Masuk mobil sudah penuh dengan rombongan ibu-ibu, termasuk istri dan anak Pak RT yang duduk di depan. Wah sepertinya perjalanan bakal seru nih. Benar saja. Sepanjang perjalanan di tol hingga tiba, obrolan tak kunjung henti. Minus bergosip ya. 




Kami tiba di hotel di Sidoarjo itu hampir pukul 9. Lobi tampak ramai. Acara di hall lantai dua. Foto-foto pra-pernikahan alias pre-wedding  dijejer di sisi kiri dan kanan sepanjang lorong menuju ruangan hall.

Tiba di pintu masuk, ternyata pengantin sudah duduk di pelaminan. Para tamu mengantri untuk bersalaman. Antriannya sudah sampai gerbang pintu masuk. Tamunya banyak juga.

Keluarga pengantin mengenakan busana tradisional Jawa berdiri di sisi kiri dan kanan, menyambut barisan tamu hingga di pelaminan. Barisan tamu tertata rapi.

Hidangan prasmanan diletakkan di meja-meja bagian tengah. Ada booth makanan seperti gado-gado dan siomay Bandung, booth bakso, booth es Manado, serta booth makanan seperti capcay, ayam goreng, udang, sayur ditumis.

Tak hanya menikmati hidangan yang disajikan prasmanan, kami juga berfoto-foto di booth yang disediakan. Gratis. Foto langsung jadi. Dengan background estetik dan peralatan foto seperti wig, bando, gitar mungil, dan sebagainya. Seru ya.

Pulangnya, tentu saja kami berombongan yang sama satu mobil. Pak RT berencana mengantar penumpangnya satu per satu sampai depan rumah. Seorang ibu berbisik ke saya.

"Mbak, ngasih berapa ke Pak RT buat urunan bensin dan tol?" 

"Seiklhasnya, Bu," jawab saya sambil berbisik. Saya enggan memberitahu nominal dua lembar merah yang sudah saya bungkus dengan amplop. Biar tak jadi ajang besar-besaran sumbangan. 

Si Ibu sempat berbisik lagi mendesak saya menyebut nominal. Namun biasanya dalam budaya Jawa ada semacam aturan tak tertulis untuk tak menyebut dalam hal semacam ini. Akhirnya tetangga saya tadi juga mengamplopi uang. Entah jumlahnya berapa.

Ada kejadian lucu saat hendak menurunkan penumpang pertama. "Pak, nanti sampai depan gang saja," ujar salah seorang ibu. Rumahnya berada di gang sebelah.

"Lho jangan, Bu. Sampai depan rumah saja," sahut istri Pak RT.

"Lha nanti merepotkan. Kan masih mengantar banyak," ucapnya.

"Nggak apa-apa, Bu," kami menyahut dan ikut mendukung si ibu diantar sampai depan rumah.

"Iya Bu. Kan judulnya kondangan. Udah dandan, masa pulangnya masih jalan. Nanti make up-nya luntur. Terus ditanyain tetangga lain. Kamu kondangan di gedung hotel atau di mana." Pak RT memberi alasan yang membuat kami--penumpang lainnya--tergelak.

*

Jagongan di Jogja


Pengalaman kondangan di atas membuat saya teringat kala tinggal di Yogyakarta. Semasa kuliah, saya sempat tinggal bersama keluarga saudara ibu saya di Jogja. 

Suatu Minggu, Budhe saya berdandan rapi. "Mau njagong," ucapnya.

Hah? Njagong? Saya mengernyitkan dahi. Apa itu njagong? Bahasa Jawa di Surabaya dan Jogja itu berbeda. Jangankan Jogja yang beda provinsi. Bahasa Surabaya dan Malang yang sama-sama saja juga beda. Ada beberapa kosakata dan kultur di balik bahasa yang tidak sama.

"Njagong itu apa, Budhe?" tanya saya.

"Menghadiri undangan pesta pernikahan."

"Oo, kondangan ya, Budhe."

"Iya, kalau di Surabaya, namanya kondangan."

Sampai tiba waktunya saya merasakan menghadiri pesta pernikahan di Jogja. Yay, akhirnya saya punya pengalaman njagong. Seperti apa jagongan di Yogya? Apa beda jagongan di Jogja dengan kondangan di Surabaya?

Ternyata ya sama saja. Baik pesta pernikahan yang diadakan di rumah atau gedung. Namun belakangan, undangan pernikahan yang dikirim ke saya, diadakan di gedung atau hotel. Kondangan dan jagong mempunyai makna yang sama.

Hal yang membedakan saat menghadiri pesta pernikahan di Surabaya dan Jogja, adalah adat dan tradisi yang digunakan. Biarpun sama-sama budaya Jawa, namun adat Jawa Timur dan Jawa Tengah berbeda. Jangankan Jawa Timur dan Jawa Tengah, adat Jogja dan Solo saja berbeda. Gaya riasan dan busana pengantin juga berbeda.

Lain kesempatan, semoga saya bisa menulis tentang perbedaan adat pernikahan ini.

*

Mengintip arti kata kondangan di KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) daring, 
bermakna: pergi menghadiri undangan perkawinan dan sebagainya, untuk mengucapkan selamat dan sebagainya.

Sementara kata jagong tidak ditemukan dalam KBBI. Rupanya kata jagong berasal dari bahasa Jawa. Artinya, datang dan duduk-duduk di acara hajatan. Kadang kata jagong dibarengi kata manten (bahasa Jawa, artinya pernikahan, sehingga bermakna menghadiri acara pesta pernikahan.

Bagaimana dengan daerah asal atau tempat tinggalmu? Apakah ada istilah tertentu untuk menghadiri pesta pernikahan?


Salam hangat,
Kata Nieke







Minggu, 22 Oktober 2023

Kafe Pisang di Rumah Sakit PHC Surabaya

Kafe Pisang. Baru kali ini menemukan kafe yang membuat saya merasa tak berada dalam rumah sakit.


Kafe Pisang Rumah Sakit PHC Surabaya
Kafe Pisang RS PHC, Perak, Surabaya.
Foto @katanieke


Namanya Kafe Pisang, letaknya di bagian belakang Rumah Sakit PHC (Primasatya Husada Citra) Surabaya. Kafe ini menyediakan berbagai menu sehat (healthy food).

Kafe dalam rumah sakit, mungkin hal biasa. Kebanyakan rumah sakit biasanya punya kafe, kantin, kafetaria di areanya. Saya memutuskan menulis Kafe Pisang bukan hanya lantaran cita rasa makanannya yang enak, juga karena terkesan dengan pelayanannya.

Awal saya mengenal Kafe Pisang sebenarnya pada 2015. Saat itu Bapak saya (kini sudah wafat) dirawat karena stroke. Sayalah yang berjaga dan merawat Bapak di rumah sakit selama sekitar sebulan. 

Bapak saya memperoleh kamar yang dihuni tiga orang pasien. Ranjang Bapak di bagian tengah, dengan tirai di sisi kiri dan kanan yang memisahkan dengan dua pasien lainnya. Pasien yang berada dekat pintu adalah seorang pria seusia Bapak, penderita kanker.

Seorang perawat memberitahu saya keberadaan Kafe Pisang, kala perut saya meronta kelaparan di atas pukul sembilan malam. Sementara warung-warung di seberang rumah sakit sudah tutup. 

Letak kafe itu sebenarnya agak jauh dari posisi ruangan Bapak yang berada di lantai dua. Saya mesti melewati lorong kamar-kamar, lorong jembatan, menuruni tangga, lalu melewati lagi selasar hingga berbelok menuju tempat parkir. Dan akhirnya saya menemukan Kafe Pisang.


Suasana Kafe Pisang di RS PHC yang Instagramable
Suasana depan Kafe Pisang di RS PHC Surabaya.
Foto @katanieke


Kafe itu masih ramai dengan beberapa pengunjung. Kebanyakan juga orang yang menunggui pasien yang sedang dirawat. Rupanya kafe Pisang buka 24 jam dengan sistem shift karyawan. Saya segera meminta buku menu kepada karyawan. 

Usai membaca menu, saya memutuskan memesan nasi goreng Hong Kong dan kentang goreng. 

"Mau dimakan di sini atau mau dibawa ke kamar, Kak?" tanya karyawan pria itu. "Kalau take away, Kakak ke kamar saja, nanti makanannya diantar."

Wow. Ternyata makanannya bisa diantar. Saya memutuskan makan di tempat karena Bapak saya sudah tidur. Saya juga jenuh seharian penuh--berhari-hari di ruangan yang sama. Saya butuh sedikit 'me time'.

Saat dihidangkan, rupanya porsi nasi goreng Hong Kong sangat banyak. Berlimpah. Wah muat tidak ya di perut. Mana masih ada kentang goreng. 

Niat hati mau 'me time' sejenak sambil makan. Namun hati tidak tenang. Soalnya terkadang di atas jam sembilan malam, dokter jaga atau perawat singgah untuk cek pasien kamar. Nasi goreng baru termakan separuh, saya minta dibungkus. Begitu pula dengan kentang gorengnya. Buru-buru saya kembali ke kamar rawat inap Bapak saya.

Kala itu, Kafe Pisang juga melayani pemesanan melalui telepon di resepsionis kamar rawat inap. Biasanya makanan akan diantar hingga meja resepsionis untuk diambil pemesan.  Kalau jaga malam, saya kerap memanfaatkan layanan ini. 

Pelayanan yang baik dan kualitas makanan yang enak dari Kafe Pisang membuat saya terkesan. Toh, saya tak berkunjung kembali ketika Bapak keluar rumah sakit setelah dirawat sebulan. Kafe Pisang tak buka cabang, lokasinya hanya di RS PHC yang letaknya di kawasan Tanjung Perak, Surabaya Utara.

*

Nostalgia Kafe Pisang


Review kuliner, review kafe, kafe Pisang Surabaya
Suasana Kafe Pisang yang bikin lupa kalau ini di rumah sakit.
Foto @katanieke


Beberapa tahun kemudian, sekitar Juni 2023, saya kembali ke RS PHC Surabaya. Saya mengantar Ibu saya untuk pemeriksaan kesehatan. Kunjungan pertama setelah sekian tahun tak menginjakkan kaki di RS PHC. Jadwal dengan dokter waktunya sore. Antrian konsultasi dokter lumayan panjang, sehingga baru keluar sekitar pukul delapan malam.

Lantaran lapar, saya dan Ibu beranjak menuju Kafe Pisang. Sepanjang jalan, melewati lorong dan selasar, ingatan masa saya menemani mendiang Bapak seperti film. Berkelebatan. 

Hingga langkah kaki sampai di depan Kafe Pisang. Saya agak pangling karena bentuk bangunannya telah berubah dan menjadi lebih modern. Mungkin mereka merenovasi agar kafe menjadi lebih nyaman bagi pengunjung.


Desain interior Kafe Pisang RS PHC
Suasana Kafe Pisang di RS PHC Surabaya.
Foto @katanieke


Suasana depan kafe, sebelum pintu masuk, terdapat display sepeda ontel dengan suasana saung. Sebuah meja kayu panjang denga anglo dan wajan dari tanah liat. Mencoba menghadirkan sedikit suasana desa. Hiasannya cukup instagramable, cocok untuk berfoto-foto. Cukup out of the box untuk sebuah kafe yang berada di area rumah sakit. 

Setelah itu, kami memasuki ruang kafe. Semilir sejuk pendingin ruangan menyambut. Dalam kafe berubah total dari kenangan saya. Meja kursi dan hiasan-hiasan ditata sedemikian estetik. Mungkin lantaran sudah malam, kafe tak ramai. Hanya ada satu pengunjung.

Seorang karyawan menyambut dan memberikan menu, ketika kami duduk. "Silakan, Bu," ucapnya.

Banyak menu baru di buku menu. Kebanyakan masakan Indonesia. Nasi goreng Hong Kong favorir saya masih ada. Menu barunya seperti nasi goreng rawon, oseng buntut, sop buntut, sop iga, tongseng, ayam geprek, soto ayam Teluk Bayur, dan masih banyak lagi.

Menu kafe Pisang RS PHC Surabaya
Menu di Kafe Pisang RS PHC Surabaya.
Foto @katanieke


Kami memesan bihun goreng ayam dan mie kuah Pelabuhan. Namanya unik ya, mie kuah pelabuhan. Bikin penasaran. 

Saat menunggu makanan datang, dua pengunjung perempuan masuk ruangan kafe. Karyawan yang tengah berdiri di depan meja kasir yang letaknya dekat pitnu masuk menyambut dengan sopan.

"Mohon maaf, kafenya sudah closed order," katanya.

Ternyata kini Kafe Pisang tidak lagi buka 24 jam seperti beberapa tahun lalu, saat saya berjaga merawat Bapak saya. Sejak pandemi, Kafe Pisang tutup pesanan (closed order) pukul setengah sembilan malam. Kafe ditutup sekitar pukul setengah sepuluh malam.

Tak berapa lama, menu pesanan kami tiba. Bihun goreng ayam menurut saya enak. Tidak pedas. Tidak berminyak. Bikin orang lahap makan. Potongan daging ayam, sayur dan wortel yang dicincang terasa menyatu. Dengan harga hanya Rp 25 ribu, ini sih luar biasa.

Bihun goreng Kafe Pisang RS PHC Surabaya
Bihun goreng ayam ala Kafe Pisang RS PHC Surabaya.
Foto @katanieke


Sementara mie kuah pelabuhan ternyata mie kuah yang dihidangkan dengan mangkok besar. Saya paling suka rasa kuahnya, kaldunya terasa sekali. Bumbunya tak ada micin. Saya bisa merasakan ada campuran kunyit. Ini jadi menu favorit saya. Harganya juga hanya Rp 25 ribu.

Mie Kuah Pelabuhan Kafe Pisang di RS PHC Surabaya
Mie Kuah Pelabuhan ala Kafe Pisang RS PHC Surabaya.
Foto @katanieke


Beberapa menu baru lainnya berkesempatan saya coba saat saya kembali ke rumah sakit mengantar ibu saya periksa dokter.  Menu lainnya rata-rata enak.

Terkesan Pelayanan


Suatu waktu, dokter memberi instruksi ibu saya menjalani operasi. Hari itu Jumat. Saya, ibu, ditemani seorang tetangga berangkat lebih awal ke rumah sakit. Ternyata jadwal agak mundur sedikit, operasi sekitar pukul 13.00 siang. Perawat menyarankan Ibu saya untuk makan siang terlebih dulu. Saat itu masih pukul 11.00.

Bergegas kami ke arah Kafe Pisang. Sayangnya, saat itu kafe sedang bersiap tutup sebentar karena kokinya hendak melaksanakan ibadah Jumatan. Seorang karyawan menyarankan kami ke sebuah kantin.

"Wah, di situ makanannya berminyak. Ibu saya dilarang makan makanan yang berpotensi bikin batuk," kata saya. Saya kemudian menjelaskan, Ibu saya dalam satu jam ke depan akan menjalani operasi. Kami juga bakal tidak sempat kalau harus keluar lokasi rumah sakit.

"Bu, kalau makanannya.yang sudah siap saji, kira-kira berkenan, nggak? Ada soto yang tinggal dihangatkan," ia menawarkan.

Tentu saja kami menerima tawaran itu. Apalagi menu soto itu justru sesuai dengan bayangan saya. Makanan yang hangat. Tak berminyak. "Boleh banget," ucap saya.

Tak sampai sepuluh menit, hidangan sudah disajikan di meja. Kami dipersilakan untuk makan dengan tenang di dalam kafe. Wah, ini sungguh pelayanan yang luar biasa. 

Ibu saya bisa makan dengan tenang. Saya dan tetangga yang menemani pun demikian. Singkat cerita, operasi yang dijalani Ibu saya juga lancar.  Ibu tak rawat inap pasca-operasi. Kami bersyukur hari itu semua berjalan dengan lancar. Salah satunya, tentu juga karena pertolongan makan siang dari karyawan Kafe Pisang.

Lantaran itulah tulisan ini saya buat. Sebagai bentuk penghargaan atas servis yang baik, bukan karena endorsement atau tulisan berbayar. 

Kafe Pisang RS PHC Surabaya
Kafe Pisang RS PHC Surabaya.
Foto @katanieke

Salam, 
Kata Nieke



Kamis, 12 Oktober 2023

Ketika Makanan Tak Sesuai Ekspektasi, Komplain atau Viralkan?

Pernah enggak, kamu memesan makanan lalu ternyata ada sesuatu tidak memuaskan? 

Komplain makanan di resto
Review makanan di restoran. Desain dari kreator Canva.


Pengalaman Tak Menyenangkan Saat Makan


Suatu waktu, siang terik saya memutuskan untuk membeli bakso di tempat langganan saat remaja. Sudah lama saya tak makan di tempat itu, bertahun-tahun malah. Padahal dulu, kala masih berkegiatan di daerah itu saya kerap beli. Tempatnya memang jauh dari tempat tinggal saya. Kebetulan, siang itu saya melewati daerah tempat warung bakso legendaris itu berada.

Kala itu pandemi masih berlangsung. Masih banyak sekolah dan kantor menerapkan berkegiatan dari rumah. Tak heran ketika saya mampir, warung bakso yang biasanya tak pernah sepi itu, justru terlihat melompong. Demikian pula dengan warung-warung lain yang berjejer di sebelahnya. 

Saya bergegas duduk dan memesan semangkok bakso. Di tengah asyiknya makan, saya baru menyadari, ada belatung dalam mangkok saus tomat yang diletakkan di meja. Rasanya ingin muntah. Namun saya menahan diri. Saya memanggil penjualnya.

"Mas, lihat, ini ada belatungnya. Beruntung belum saya tuang ke bakso," ucap saya, masih dengan nada sopan.

Pengalaman nemu belatung di saos tomat saat makan bakso
Pengalaman nemu belatung di saos tomat saat makan bakso. Gambar ilustrasi oleh @katanieke dibuat dengan Canva.


Responnya sungguh mengecewakan saya. Tak ada kata menyesal atau minta maaf. Wajahnya terlihat datar dan tanpa ekspresi. Bahkan ia langsung kembali duduk ke tempatnya semula. Dengan jengkel, saya berdiri dan membawa mangkok saos tomat yang ada belatungnya. Lalu menyodorkan ke tempat ia berada.

"Kok malah dibiarkan? Ini kalau ada pembeli lain bisa termakan. Atau malah kalau pembelinya kesal, sampeyan bisa langsung diviralkan. Warung sampeyan bisa kena imbasnya," tutur saya.

Sejujurnya, sebagai pelanggan sejak lama agak kecewa melihat responnya. Mungkin karena yang melayani kali ini generasi keduanya. Mungkin juga dia agak nge-blank karena pandemi yang memukul ekonomi sedemikian rupa. Kejadian ini saat awal pandemi soalnya. Saya mengenal pemilik generasi pertamanya, saking seringnya dulu datang. 

Pengalaman serupa juga pernah saya alami di sebuah resto dalam mal. Yap, bukan warung seperti cerita sebelumnya. Saat itu saya hendak makan malam dan ingin ayam goreng. Mampirlah ke resto itu.

Saat itu memang long week end, tiga hari libur berturut-turut dengan dua tanggal merah berderet. Suasana resto agak sepi. Mungkin karena sudah pukul setengah sembilan malam. Mal juga tak seramai biasanya. Dugaan saya, long week end biasanya mayoritas orang Surabaya keluar kota.

Ketika memesan menu untuk makan di tempat, saya sempat melihat anak kecoa berjalan-jalan di ujung meja dan bagian atas papan menu. Rasanya agak merinding. Usai membayar dan saya membawa makanan ke meja. 

Lagi asyik-asyiknya makan tetiba ujung mata saya melihat ada kecoa di meja. Refleks saya menjerit karena kaget. "Kecoa!" Lalu mengibaskan tisu di meja. Makhluk itu lari ke bawah meja. Saya memutuskan pindah meja. Seorang karyawan resto tersebut hanya melongok dari pintu dapur, tapi tak melakukan apa-apa.

Saya kemudian berdiri dan berjalan ke meja kasir. Saya melapor bahwa ada kecoa dan meminta dia melihatnya sendiri. Si karyawan kemudian datang membawa alat kebersihan berupa sapu dan cikrak. Namun responnya mengecewakan.

"Mana kecoanya?" Nadanya seolah mempertanyakan, alih-alih memeriksa meja. 

Belum saya membuka mulut untuk menjawab, kecoa itu kembali muncul ke atas lalu lari ke sisi lain. "Tuh!" ucap saya.

Karyawan itu sempat terkejut saat melihat kecoa. Buru-buru ia menangkap dan menepis dengan sapunya. "Ada juga tadi saya lihat di meja kasir," saya menambahkan.

Kecoa di restoran di mal
Ceritaku ketemu kecoa saat makan di restoran di mal. Ilustrasi dibuat dengan Canva oleh@katanieke


Karyawan itu kembali masuk ke dapur tanpa mengucapkan apa-apa. Bersikap seolah tak ada apa-apa. Saya terheran-heran, paling tidak situasi demikian ada pernyataan maaf karena konsumen tidak nyaman. 

Saya sempat melihat-lihat siapa tahu ada manajernya. Sekadar menyampaikan keluhan soal kebersihan dan kenyamanan buat konsumen. Namun tak kelihatan. 

Kebetulan saja saya mengenal pengelola, yang adalah sang atasan manajer. Saya memutuskan mengirim pesan lewat aplikasi perpesanan ponsel. Tentu saja menyampaikan insiden tak mengenakkan ini secara baik-baik dan berharap bisa menjadi evaluasi masukan agar gerainya tetap ramai. 


Ketika Resto Piawai Tangani Komplain


Tak selamanya pengalaman 'menyeramkan'. Saya juga mempunyai pengalaman menyenangkan justru ketika mengalami hal tak enak saat memesan makanan. Suatu sore, saya datang ke sebuah resto dalam mal bersama dua kerabat. Kami memesan teh, kentang goreng, dan pisang coklat keju sebagai camilan.

Tak butuh waktu lama, teh pesanan tiba. Sepiring pisang coklat keju menyusul sekitar tujuh menitan. Saya menyesap teh manis panas perlahan-lahan sambil menikmati aroma melatinya. Sementara bibi saya meraih garpu hendak mencicip sepotong pisang coklat keju.

Mendadak raut wajah bibi saya berubah. Dahinya mengerut. Alisnya kemudian terangkat. Ia meletakkan kembali sisa sepotong pisang di piring kecilnya. "Kok rasanya agak sepet ya pisangnya?" ucapnya.

Ia mencuil ujung pisang lain yang terhidang di piring utama. Ternyata rasanya sama. Sepet. Bibi saya melambaikan tangannya, memanggil salah satu karyawan resto tersebut. Seorang perempuan menghampiri meja kami.

"Ada yang bisa dibantu, Bu?" tanyanya.

"Mbak, ini pisangnya sepet. Coba dibawa dan dicicipi," kata Bibi saya.

"Wah mohon maaf, Bu. Ini saya bawa kembali ke dapur untuk diperiksa. Nanti kami ganti yang baru ya," jawabnya. Sopan sekali.

Tangannya meraih piring berisi pisang keju di meja kami dan membawanya ke sebuah ruangan. Antara ruangan itu dengan ruangan resto terhubung sebuah jendela dengan meja kecil. 

"Ada komplain pisang kejunya sepet," kata karyawan perempuan itu pada seseorang di balik ruangan. Melalui jendela kecil itu, ia menyodorkan sepiring pisang keju yang tadi dihidangkan kepada kami.

Pengalaman saat menyampaikan komplain ke resto. Berujung dapat kompensasi menu baru. Ilustrasi pisang keju dibuat dengan Canva oleh @katanieke


Sekitar dua menit kemudian, karyawan perempuan itu menghampiri meja kami kembali. "Ditunggu ya, Bu. Kami buatkan kembali yang baru," ucapnya.

Sambil menunggu, kami menikmati kentang goreng atau french fries. Beberapa menit kemudian, karyawan perempuan itu kembali ke meja kami.

"Bu, mohon maaf. Tadinya kami mau buatkan pisang keju kembali, tapi setelah kami cek stok pisang, ternyata semuanya rasanya sepet. Apakah berkenan kalau kami ganti dengan menu yang harganya sama?"

"Gapapa, Mbak," Bibi saya menyambut dengan sumringah. Ia terkesan dengan respon karyawan resto ini.

Karyawan perempuan itu menyodorkan buku menu. Bibi saya menoleh pada saya, meminta rekomendasi makanan.

"Gimana kalau singkong keju? Ini harganya sama dengan pisang keju," kata saya sembari jemari menunjuk gambar di buku menu.

Bibi saya mengangguk-angguk tanda setuju. "Mbak, singkong keju ya," ucapnya kepada karyawan resto.

Karyawan itu segera mengambil kembali buku menu. "Baik, Bu. Mohon ditunggu ya," katanya.

Tak butuh waktu lama, kira-kira 10 menit, sepiring singkong keju sudah terhidang di meja kami. Saat kami cicipi, rasanya memuaskan. Enak. Singkongnya empuk. Rasanya gurih bercampur dengan keju. Cocoklah jadi teman santapan sambil minum teh hangat.

Saat kami pulang, karyawan resto mengucapkan terima kasih. "Ditunggu kedatangannya kembali," ucapnya.

Jujur, saya sangat terkesan. Itu sebabnya saya selalu mengunjungi resto itu, sampai sekarang. Mereka tak takut komplain. Cara mereka menghadapi komplain juga bagus. Pelanggan puas. Citra resto juga bagus.

Pengalaman komplain malah dapat kompensasi dari restoran
Pengalaman mendapat respon baik saat komplain di restoran. Ilustrasi dibuat dengan Canva oleh @katanieke


Apa yang saya pelajari dari cerita ini? 

1. Saya memprediksi, para karyawan di resto ini telah mendapat pelatihan bagaimana menghadapi konsumen dan komplain. Memang sebaiknya sebuah usaha makanan dan minuman menyiapkan diri jika menghadapi komplain. Kalau perlu bikin SOP (Standar Operation Procedure).

2. Jangan reaktif. Jangan pula cuek ketika konsumen menyampaikan uneg-unegnya. Justru itu bisa jadi peluang sebuah resto menjadikan konsumen loyal, apabila ditangani benar.

3. Apabila komplain menyangkut hal kebijakan yang karyawan tak punya wewenang, bisa dicatat untuk disampaikan ke atasan.

Bagaimana pula dari sisi konsumen? Perlukah konsumen membuat keributan dan menjadi drama queen saat menyampaikan komplain?

1. Sampaikan komplain dengan kalimat yang baik dan jelaskan dengan detail agar pihak resto paham.

2. Attitude adalah kunci. Tak perlu mengancam apalagi membawa-bawa label status sosial. Contohnya: 
-"Kamu tidak tahu, saya siapa? Saya ini... blabalabla."

-"Saya ini influencer! Kamu tahu berapa pengikut saya di media sosial?"

Jangan lakukan itu. Please, itu malu-maluin diri sendiri. Jadilah elegan.

3. Sebaiknya sampaikan komplain langsung ke pihak resto ketimbang merekamnya lalu langsung mempostingnya ke dunia internet. Kita tidak bisa memprediksi bagaimana reaksi netizen di dunia maya. Jangan sampai hal itu jadi bumerang bagi diri sendiri. Ingat, jarimu harimaumu. Kita juga bisa menyebabkan sebuah usaha tutup, bangkrut, lalu karyawannya mengalami pemutusan hubungan kerja.

4. Menyampaikan komplain secara langsung dan baik, justru membuat konsumen diingat dengan baik pula. Saat kunjungan berikutnya, mereka akan memastikan konsumen mendapat layanan yang baik. Bahkan, bukan tidak mungkin mereka menunggu saran lainnya.

Barangkali teman pembaca pernah mengalami hal serupa. Bolehlah berbagi di kolom komentar tanpa menyebutkan brand atau nama tertentu, agar tidak terkena pasal pencemaran nama baik.

Salam,
Kata Nieke










Senin, 09 Oktober 2023

Review Resto Seoul Bunsik, Nuansa Korea di Tunjungan Surabaya

Ramainya resto makanan Korea Seoul Bunsik di Jalan Tunjungan Surabaya bikin saya penasaran. Pengunjung sampai mengantri di trotoar.

Seoul Bunsik Tunjungan Surabaya kuliner Korea
Seoul Bunsik, resto makanan Korea di Tunjungan, Surabaya.
Foto oleh @katanieke

*

Sudah sejak lama saya dan bestie Effie ingin menjajal makanan Korea di Seoul Bunsik, Jalan Tunjungan Surabaya. Sebenarnya ide ini datang dari Effie. Kami berencana bertemu, ngobrol sambil makan. Lalu terlontarlah ajakan itu.

"Niek, kamu tahu enggak di Jalan Tunjungan itu ada resto Korea?" tanya Effie.

Hah? Waduh, padahal saya kerap wira-wiri jalan Tunjungan tapi kok ketinggalan info soal ini ya. "Oya? Sebelah mana?"

Effie kemudian membuka mesin pencari Google di ponselnya. Ketik nama resto, tadaaa... keluar Seoul Bunsik, alamat, berikut beberapa fotonya. Ia menunjukkan temuannya di layar ponsel.

"Owww, padahal sering lewat jalan Tunjungan. Kok enggak pernah merhatiin ya," saya bergumam.

"Sepertinya ini di sisi sebelah kanan Tunjungan," ucap Effie setelah membuka peta di Google.

"Boleh, yuk kita cobain."

Effie menyalakan mesin mobilnya. Cuaca siang itu terik. Saat itu sekitar pukul setengah satu siang. Perut juga sudah meronta-ronta. Kami berencana makan siang di Seoul Bunsik.

Kuliner Korea Seoul Bunsik di Surabaya
Seoul Bunsik Tunjungan Surabaya.
Foto oleh @katanieke

Sesampainya di Jalan Tunjungan, mobil sengaja melipir di sisi kanan. Mobil diparkir di tempat khusus parkir mobil yang kami perkirakan letaknya tak begitu jauh dari Seoul Bunsik. Lalu kami berjalan kaki.

Ternyata memang tidak jauh. Sayangnya, kami hanya dapat menatap bangunan resto Seoul Bunsik yang masih tertutup separuh tirai besinya. Di pintu terpampang tulisan 'Closed'. Ah! Rupanya Seoul Bunsik baru buka pukul lima sore. Effie membuka ponselnya dan mencermati hasil pencariannya di Google.

"Ya ampun, aku tadi lupa lihat jam bukanya. Ternyata ada di sini, memang buka jam 5 sore," tuturnya.

Akhirnya kami memutuskan jalan sepanjang Jalan Tunjungan, masuk ke Pasar Tunjungan dan memilih salah satu resto di sana. Toh, kami masih penasaran dengan Seoul Bunsik. Maka kami pun merencanakan kembali untuk makan bersama di sana, di waktu berikutnya.

Kali ini kami merencanakan dengan matang agar tidak kecele. Bahkan, kami janjian memakai dress code: baju seragam SMA ala drama Korea. Alhasil saya jadi riset nonton trailer drakor-drakor yang tokohnya anak SMA. Mengamati baju seragamnya seperti apa. 

Kebetulan saya baru saja menuntaskan nonton B*tch X Rich yang pemeran utamanya Yeri Red Velvet. Suka banget dengan seragam SMA yang pakai blazer. Langsung deh buka lemari, cari-cari blazer, kemeja putih, dan rok hitam selutut. Nemu! Plus, saya kreasikan dengan vest warna coklat. Lumayan juga untuk orang yang enggak pernah beli baju baru selama 10 tahun. (Iya, saya diet pakaian demi lingkungan).

Lantaran kami kini tahu Seoul Bunsik buka sore, maka jam janji bertemu pun menjadi pukul 4 sore di Indomaret Jalan Tunjungan. Bangunan Indomaret persis berada di sebelah Seoul Bunsik. Sambil menunggu, kami duduk-duduk dulu sambil ngeteh atau ngopi di Points Indomaret.

Saat saya datang, ternyata Effie sudah tiba duluan di Indomaret Tunjungan. Ia memilih kursi meja yang berada di sisi luar bangunan. Pakaian Effie tak kalah keren dan mengandalkan koleksi pakaian yang sudah ada. Rok selutut, kemeja putih dan sweater warna abu-abu. Persis gaya-gaya seragam SMU di drakor.

Pukul lima sore, kami sudah melihat antrian pengunjung di depan Seoul Bunsik. Jadi kami memutuskan menunggu antrian mereda. Menjelang pukul setengah enam, kami beranjak ke Seoul Bunsik.


Review Seoul Bunsik

Bangunan resto Seoul Bunsik menyerupai resto street food ala Korea. Pada sisi sebelah kanan terdapat kaca putih besar yang memperlihatkan tempat memesan makanan beserta beberapa hidangan. Kayak masakan Padang itu lho, kan biasanya ada yang dipajang di meja kaca. Sementara di sisi kiri dindingnya dicat oranye, terdapat cermin. Pintu masuk tepat di tengah.

Kuliner Korea di Surabaya
Seoul Bunsik di Jalan Tunjungan Surabaya.
Foto oleh @katanieke

Menu resto dipasang di sisi jendela kaca agar orang yang berada di luar bangunan bisa mengetahui menu sebelum memutuskan masuk. Seorang karyawan resto pria mengenakan seragam berdiri dekat pintu masuk sambil membawa buku menu.

"Ada yang bisa dibantu, Kak?" ia bertanya ketika melihat saya sedang membaca menu yang terpasang di jendela kaca.

"Ya, kami mau makan di sini," jawab saya. Saya dan Effie menunjuk nama makanan yang kami minati di menu.

"Untuk menu ramyeon, itu porsinya sangat banyak, Kak. Jadi bisa untuk dua orang. Nanti disediakan mangkok dan peralatan makan," dia menjelaskan.

Kemudian ia mempersilakan kami masuk, apalagi bagian dalam sudah tidak terlihat antrean. Begitu memasuki ruangan, kami disambut ucapan "annyeonghaseyo" dengan pengucapan logat Korea. Seorang pria yang tekstur wajahnya khas Korea yang mengucapkannya. Ia berpakaian kasual. 

Food review Seoul Bunsik Tunjungan Surabaya
Seoul Bunsik di Jalan Tunjungan Surabaya.
Foto oleh @katanieke

Kami dipersilakan memesan langsung di kasir. Selain ramyeon, saya dan Effie tertarik memesan tteobokki. Kasir menjelaskan bahwa tteobokki pedas. Wah, jujur saja, saya orangnya tidak kuat makan makanan pedas. Bertolak belakang dengan Effie. Akhirnya saya pesan gimbab dengan cheddar yang kejunya mantul banget. 

Usai membayar kami diberi sebuah alat berukuran kecil yang akan berbunyi apabila hidangan telah siap. Pengunjung mesti mengambilnya sendiri ke bagian kasir. Sambil menanti, saya dan Effie naik ke lantai dua. Kami memutuskan duduk di sana.

Sekitar lima belas menit, alat kecil itu berbunyi. Saya turun ke bawah mengambil makanan yang kami pesan. Sebelum makan, kami memotret-motret makanan dulu. 

Saya terkesan dengan porsi ramyeon yang benar-benar jumbo. Mangkoknya saja super besar. Rupanya karyawan yang tadi menjelaskan kepada kami tidak hiperbola, tapi realita. Sementara gimbab keju cheddar panjangnya sekitar 30 sentimeter dengan ukuran yang montok. 



Ramyeon sebenarnya pedas. Entah kenapa lidah saya masih bisa toleransi. Kuah ramyeonnya itu segar dan seperti ada rasa kimchinya. Warna kuahnya merah menggoda dengan aroma yang sedap. Sementara gimbabnya pulen. 

Effie memutuskan memesan tteobokki. Ia turun ke bawah. Sekitar lima menit kemudian, ia kembali ke meja sudah dengan membawa sepiring tteobokki di tangannya. Penampakan tteobokki? Huaduh, kuahnya lebih merah daripada ramyeon. Dan memang, tteobokki ini di lidah saya terasa pedas--walau menurut Effie level pedasnya biasa saja. Hahaha. 

Tteobokki di Seoul Bunsik
Tunjungan Surabaya. Foto @katanieke

Saya mengambil tteobokki ke mangkok kecil saya dan menyiramnya dengan kuah ramyeon. Mengaduk-ngaduknya sebentar dengan harapan rasa pedasnya bisa dinetralisir dengan kuah ramyeon. Lalu memasukkan potongan kecil ke mulut. Aha, berhasil. Tteobokkinya jadi tidak pedas!

Saya dan Effie merasa makanan ini cocok di lidah. Entah apakah karena kami juga penggemar drama Korea. Saya juga terkesan dengan pelayanan resto yang cukup sat-set dan karyawan yang sanggup menjelaskan detail menu makanan ke pengunjung.

Kami berencana balik lagi ke Seoul Bunsik untuk mencicip bingsoo--semacam es campurnya atau es telernya Korea.

Seoul Bunsik, Jalan Tunjungan no. 64 Surabaya (sebelah Indomaret). 

Buka pukul 17.00-22.00.


Salam, 

Kata Nieke