Menu

Percik Kata Nieke

Minggu, 15 September 2019

Annyeonghaseyo, Wisata ala Korea di Surabaya


Saya di hutan bambu, Taman Harmoni, Keputih, Surabaya. 
Foto oleh Nieke.

Wah, ini mirip di Pulau Jeju! Begitu komentar sepupu saya yang tengah berlibur di Surabaya dari Jakarta, tatkala saya mengajaknya main ke hutan bambu, Taman Harmoni Keputih, Surabaya. Hal yang paling bikin saya kagum adalah ketelatenan pihak-pihak yang menumbuhkan pohon-pohon bambu ini sedemikian rupa hingga tampak artistik sekaligus alami. Ide berwisata ala-ala Korea di Surabaya ini bermula dari datangnya para artis Korea ke Indonesia. 

Kamis, 29 Agustus 2019

Agar Dunia Digital Tak Jadi Bencana Bagi Alam

Lereng gunung Arjuno. Foto oleh Nieke.

Apa yang kamu lakukan, seandainya kamu memiliki enam batu Infinity Stones dan sarung tangan seperti Thanos dalam film Marvel – The Avengers

Minggu, 11 Agustus 2019

Cara Agar Rambut Panjangmu Tampak Indah di Foto-foto Liburanmu

Ingin agar rambutmu tetap terlihat indah di foto-foto liburanmu? Ini rahasianya.


Saya sedang berpose di Kebun Teh Lawang. Foto: Nieke.

Senin, 15 Juli 2019

Kuliner Surabaya: 8 Masakan Dapur Cerme yang Bikin Lidah Berdansa

Pernah terbayang makan di sebuah restoran masakan Indonesia di Surabaya yang suasananya seperti halaman belakang rumah, lengkap dengan kebunnya? Apalagi kalau rasa makanannya selezat masakan rumah? Nah, kira-kira itu pengalaman saya saat makan di Dapur Cerme, Jl. Embong Cerme No.35, Embong Kaliasin, Surabaya. 

masakan Indonesia Dapur Cerme
Masakan Indonesia andalan Dapur Cerme. Foto oleh Nieke

Rabu, 03 Juli 2019

Hotel Mercure Surabaya: Sensasi antara Surabaya dan Penang


Apakah kamu mengira saya sedang berlibur di Penang, yang tersohor dengan tembok muralnya? Hehehe. Ini saya lagi berpose di Surabaya lho, tepatnya di Hotel Mercure Grand Mirama Surabaya. Ada beberapa tembok yang dilukis ala mural Penang. Bikin mupeng, enggak sih? 


Tembok mural ala Penang. Foto oleh Nieke.
Tembok mural ala Penang. Foto oleh Nieke.

Rabu, 19 Juni 2019

Review Hotel Griya Wijaya Ambarawa

Rekomendasi tempat menginap kalau berlibur ke Ambarawa. Lokasinya strategis, dekat terminal, dan dekat dengan wisata religi Gua Kerep.



Hotel Griya Wijaya, Ambarawa. copyright @katanieke


Patung sapi dengan tubuh dari ban mobil yang dicat coklat menyambut kedatangan tamu hotel Griya Wijaya di depan pintu masuk lobi yang menyatu dengan restoran. Bangunannya tak kelihatan seperti sebuah hotel. Lebih seperti sebuah rumah dengan interior yang homy. Sebuah bangunan rumah yang memanjang ke belakang. Bagian depan merupakan lobi dan restoran. Berikutnya adalah kamar-kamar para tamu, yang pintunya langsung menghadap parkiran. Desainnya seperti sebuah rumah modern dan asri.


Suasana lobi depan Hotel Griya Wijaya Ambarawa.
copyright @katanieke


Saya tiba di hotel Griya Wijaya, Ambarawa setelah menempuh perjalanan kurang lebih lima jam dari Surabaya. Letaknya agak naik ke bukit, sangat dekat dengan wisata religi Gua Maria Kerep Ambarawa. Hotel ini memang persis di pinggir jalan. Namun tempatnya sangat tenang.

Mobil yang mengantar saya berhenti tepat di depan kamar saya. Petugas hotel sudah berdiri di depan pintu, siap untuk menurunkan barang-barang dari mobil dan memasukkannya ke dalam kamar.

“Bu, penyejuk udaranya sudah saya nyalakan. Kamar mandinya disertai dengan fasilitas air panas. Lalu untuk saluran televisinya, menggunakan langganan kabel,” petugas hotel itu menjelaskan sambil menuntun saya ke depan televisi, menunjukkan remote berserta cara mengganti saluran tivi.

“Jika ada sesuatu, kami di lobi ya, Bu,” ucapnya lagi usai memberi penjelasan soal fasilitas kamar.

Pandangan saya menyapu seisi kamar. Setelah pintu masuk, di sebelah kiri saya adalah kamar mandi dengan wastafel, kloset, dan shower. Sebelah kamar mandi terdapat rak kecil yang memanjang ke atas. Di situ, tertata dua buah handuk berwarna putih dari hotel. Ukurannya tak terlalu besar.

Sebelah kanan, televisi menempel di dinding bagian tengah beserta modem tivi kabel. Ada meja kecil yang bisa digunakan untuk meletakkan barang-barang. Lalu di pojok ruangan, sebuah rak untuk meletakkan tas barang dan ransel. Ukuran kamarnya mungkin sekitar 3x4 meter. Dua buah ranjang berukuran single beserta selimut terletak menghadap ke televisi. Kamar yang nyaman, batin saya. Ohya, harga kamar yang saya tempati ini sekitar Rp 300 ribu. 

Suasana kamar di Hotel Griya Wijaya Ambarawa. copyright @katanieke

Hal yang paling saya suka adalah bagian belakang kamar bukan merupakan dinding. Tapi dinding berupa kaca dan pintu kaca untuk menuju teras belakang kamar. Dua buah kursi dan sebuah meja yang bisa digunakan untuk membaca buku atau minum teh panas.

Griya Wijaya memiliki lima belas kamar. Saat saya berjalan ke lobi untuk minum teh dan menikmati kudapan, sepasang suami istri masuk ke lobi dan menanyakan ketersediaan kamar.

“Mohon maaf, kami sedang penuh,” ucapnya.

Ah ya, saat saya tiba di sana memang memasuki akhir pekan. Tepatnya hari Jumat siang. Saya menginap selama tiga hari di Griya Wijaya Ambarawa. Kebanyakan penghuni hotel adalah yang hendak ziarah ke Gua Maria Kerep, yang hanya sepelemparan batu dari hotel. Lima menit jalan kaki. Tapi tak sedikit pula, tamu hotel yang memang mencari tempat tenang dan nyaman. 

Kebanyakan tamu hotel memang turis yang hendak ziarah religi. Namun banyak juga tamu muslim di hotel ini. Saya melihat sepasang suami istri yang mengenakan kerudung juga menginap di situ. Mungkin karena letaknya strategis, dekat terminal, udara sejuk.

Selain 15 kamar hotel, ada juga vila. Kalau teman-teman memilih fasilitas vila, wujudnya berupa rumah-rumah yang berjejer. Letaknya setelah kamar-kamar hotel. Vila ini tentu saja lebih lengkap fasilitasnya dengan dapur dan ruang tamu.

Menginap di sini juga dapat fasilitas sarapan. Hari pertama saya dapat menu naso gudheg, esoknya soto ayam. Minuman seperti kopi dan teh juga bisa ambil sepuasnya di area resto hotel, gratis. Kalau air mineral, di dalam kamar disediakan dua botol. 

Dikelilingi Kuliner

Sore itu, saya memutuskan untuk berjalan kaki ke arah deretan kios penjual suvenir Gua Maria Kerep. Kebetulan, paman dan bibi saya adalah pemilik salah satu kios. Sekalian singgah, menyapa, dan nglarisi (beli). Kali aja ada barang-barang yang lucu seperti gelang. Tak semua oleh-oleh berupa barang rohani. Ada yang netral dan bisa dibawakan untuk kawan.

Harganya enggak mahal. Saya membeli buah tangan untuk sejumlah teman, harganya cuma Rp 5.000. Di situ juga terdapat lapangan yang biasa digunakan untuk anak-anak sekolah sekitar. Kali itu, ratusan anak-anak berseragam olah raga biru dan berseragam Pramuka tampak di lapangan.

Kios-kios merupakan bangunan dua lantai. Lantai bawah untuk berjualan cinderamata, lantai dua dimanfaatkan sebagai food court atau pusat kulinernya. Dari lantai bawah saja, sudah tercium aroma daging dibakar. Yap, apalagi kalau bukan sate. Ada sate kelinci, sapi, dan ayam. Saya memesan sate kelinci dengan lontong. Satu porsi sate kelinci Rp 25.000 dan lontongnya Rp 4.000. Mayoritas makanan halal.

Lantai pujasera tersebut terdiri dari beberapa kios yang disusun memanjang. Bagian tengahnya menjadi jalan bagi pengunjung. Tiap kios terdapat meja dan kursi untuk makan. Jika tempatnya tak cukup menampung banyak orang, tak jauh dari situ tersedia meja-meja dan kursi-kursi yang bisa digunakan konsumen kios mana saja. Tempatnya juga cukup bersih.

Tak cuma sate, menu lainnya pun beragam, seperti sate kere (sate tempe gembus), pecel, rawon, bakso, bakmi, mie instan (enggak sebut merek ya, ahahaha), nasi goreng, penyetan ikan dan ayam serta lalapan. Harganya pun terjangkau. Pujasera ini beroperasi hampir 24 jam. Penjaganya biasanya bergantian atau pakai sistim shift. Soalnya, untuk mengakomodir tamu-tamu di wisata religi yang datang tengah malam atau subuh, dan mereka yang berkemah.

Food court atau pujasera dekat Hotel Griya Wijaya Ambarawa.
copyright @katanieke

Selain pusat kuliner, di sekitar hotel juga terdapat banyak warung makan seperti penjual mie rebus, nasi goreng, daging babi, soto, capcay, dan bakso. Biasanya warung yang menjual makanan non-halal akan mencantumkan keterangan di banner atau spanduk warungnya.


Wisata Seputar Hotel

Gua Maria Kerep Ambarawa
Hanya lima menit jalan kaki dari hotel Griya Wijaya. Tamannya indah, terdapat ruang adorasi, dan petilasan jalan salib. Hotel Griya Wijaya dan Gua Maria Kerep Ambarawa ini berjarak sekitar 500 meter dari terminal bus Ambarawa. Untuk naik ke atas, ada mikrolet. Bus pariwisata biasanya hanya bisa sampai di terminal. Tapi jika Anda membawa kendaraan pribadi seperti mobil dan motor, bisa sampai atas. Peziarah berdatangan ke tempat ini tanpa henti, 24 jam. 

Patung Maria Assumpta
Patung Maria ini lokasinya berhadapan dengan kompleks Gua Maria Kerep Ambarawa. Masih satu area. Dekat dengan pujasera dan toko oleh-oleh. Lima menit jalan kaki dari hotel Griya Wijaya. Tinggi patung Maria Assumpta sekitar 23 meter, penopangnya sekitar 19 meter sehingga totalnya sekitar 42 meter. Konon patung ini tertinggi se-Asia Tenggara. 

Museum Palagan Ambarawa
Monumen ini dibangun untuk mengenang pertempuran yang dikenal sebagai Palagan Ambarawa pada Desember 1945.]Berlokasi di Jalan Mgr Sugiyopranoto, Panjang Lor, Panjang, Ambarawa. Apabila dengan mobil, perjalanan ke tempat ini butuh sekitar 7 menit.

Gereja Jago Ambarawa
Dijuluki Gereja Jago lantaran terdapat petunjuk arah mata angin berbentuk ayam jago yang terdapat di bagian pucuk atap gereja, di bagian menaranya. Sebenarnya nama gereja ini adalah Gereja Paroki Santo Yusuf Ambarawa. Dalam satu kompleks terdapat pula sekolah-sekolah Katolik. Gereja dengan desain kolonial Belanda ini dibangun pada 1924. Keaslian bangunan masih terjaga sehingga Anda bisa menikmati keindahan arsitektur bangunannya. 

Kerkhoff Ambarawa
Kerkhoff merupakan pemakaman yang sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Yang dimakamkan adalah para biarawati, biarawan, dan pastor, serta warga Ambarawa yang beragama Katolik. Di sana juga terdapat beberapa makam pejuang kemerdekaan yang nasrani.

Museum Kereta Api Ambarawa
Bangunan museum ini dulunya adalah stasiun kereta api Willem I. Dinamai Willem I berdasarkan benteng pertahanan yang letaknya tak jauh dari situ. Di sini, Anda bisa mencoba naik kereta wisata Ambarawa-Tuntang. Selama satu jam, Anda bisa menikmati pemandangan indah gunung dan danau Rawa Pening. Hanya saja, kereta wisata ini hanya bisa memuat sekitar 40 orang dengan jam keberangkatan pukul 10 pagi, 12 siang, dan 14 sore. Harga tiket Rp 50.000. Sebaiknya Anda membeli tiket kereta api ini pagi hari sejak loket dibuka yakni pukul 8 pagi.


Hotel Griya Wijaya 
Jalan Tentara Pelajar 90, Ambarawa
0298 591 974
IG: griyawijayaambarawa

(Nieke Indrietta)
Ikuti saya juga di Instagram @katanieke_blog

Cerita perjalanan saya yang lain dan soal kuliner, klik di sini.

Senin, 13 Mei 2019

Review Drama Korea Choi Jin-hyuk: Tunnel vs Pride and Prejudice


Drama Korea Tunnel (2017). Sumber dari sini

Ketika netizen lagi heboh membahas penampilan Choi Jin-hyuk di drama Korea terbarunya, The Last Empress, saya memilih menunggu seluruh episodenya rampung dulu. Saya malah melipir ke drama-drama lama Jin-hyuk. Akhirnya menonton dua drama yang bintang utamanya Jin-hyuk ini: Tunnel dan Pride and Prejudice.