Menu

Percik Kata Nieke

Sabtu, 19 Juni 2010

Ini Semua Tentang Menulis



Saya sangat suka menulis. Saya bersahabat dengan kata-kata. Saya berenang di dalamnya. Saya mengenakannya sebagai pakaian. Saya merangkainya jadi perhiasan.

Jika kamu suka menulis, tapi tak punya keberanian menulis, saya ingin berbagi kata-kata saya tentang menulis.

Tulisan-tulisan ini muncul di kepala saya Kamis dini hari, dan saya menumpahkannya pada akun Twitter saya. Memenuhi timeline para follower saya. Sekarang, saya mau membaginya dengan kamu.

Saya meletakkannya sesuai dengan kronologis twitter. Flash back, saya menaruh di sini justru mulai dari tweet terakhir saya. Kamu bisa membacanya dengan scroll down ke bawah dan mencari kalimat paling akhir, untuk mencari awalnya. Tapi kamu pun juga bisa membacanya dari kalimat paling atas. Tak jadi soal.


Selamat menikmati.


~~~~~


Kila sdg mendudukkan menulis sbgai "penduduk" kelas dua ktk kita sdg malas menulis, pdhl kita pny talenta&idenya:) #tipsmenulis about 22 hours ago via web

Jadi, benarkah menulis itu "penduduk" kelas dua? #tipsmenulis about 22 hours ago via web

Pramoedya Ananta Toer membuat sy mencintai Indonesia. Menyukai sejarah. Thanks God, dia menulis. about 22 hours ago via web

Max Lucado, smua buku-bukunya menjadi inspirasi. Sy ingin jd penulis sprti dia. Thank God, dia menulis. about 22 hours ago via web

John Bevere, thank God, dia menulis "Honor&Reward", "Bagaimana Ktk Kamu Diperlakukan Tdk Adil". Menguatkanku dlm badai hdpku. about 22 hours ago via web

Catatan Joyce Meyers di AMP. Saya sangat suka. Saya terinspirasi. Thank God, dia menulisnya! about 22 hours ago via web

Lg mbayangin kl Max Lucado,John Bevere,Joyce Meyer,dkk males nulis. about 23 hours ago via web

Slh satu buku yg mengubahku: Tetralogi Pramoedya Ananta Toer.Andai dia malas nulis,entahlah.Aku jd nasionalis gara2 dia #tipsmenulis about 23 hours ago via web

Adakah buku yg bikin duniamu berubah? Pernah bayangin gak, kl penulisnya malas nulis buku itu? (So hdpmu jg gak berubah kan?) #tipsmenulis about 23 hours ago via web

Km punya penulis favorit ga? Pernah bayangin gak, kl penulis itu malas nulis buku yg jadi favoritmu itu? #tipsmenulis about 23 hours ago via web

Byk jalan menuju Roma.Byk cara cari ide menulis.Tinggal kamu mau, atau tidak. #tipsmenulis about 23 hours ago via web
Ktk kamu terinspirasi tweet org,buku bacaan,km sbnrnya sdh dipengaruhi org itu. #tipsmenulis about 23 hours ago via web

Bukankah km pun terpengaruh ktk bc berita di koran,novel,atau dpt inspirasi dr tweet org? #tipsmenulis about 23 hours ago via web

Mau jd org berpengaruh?Mau mempengaruhi org?Menulislah! #tipsmenulis about 23 hours ago via web

Km mungkin tak bs menjelajahi seluruh tmpt di dunia. Tp tulisanmu bisa. #tipsmenulis about 23 hours ago via web

Menulis itu cara positif menyalurkan energi dan ide di otakmu.Mengurangi stres.Mencegah depresi. #tipsmenulis about 23 hours ago via web

Menulis bs bikin rambutmu yg kriting krn stres jd lurus. Eh, bercanda :D #tipsmenulis about 23 hours ago via web

Menulis memperlincah proses berpikir di otakmu.Scr ga langsung melatih kita bicara sistematis. #tipsmenulis about 23 hours ago via web

Menulis itu sbnrnya kegiatan intelektual,krn membutuhkan proses brpikir.Sayang,byk org anggap menulis itu kelas dua. #tipsmenulis about 24 hours ago via web

Penulis itu identik dg menulis.Kl ga pernah menulis,ibaratnya sama kaya fotografer yg gak bisa pake kamera. #tipsmenulis about 24 hours ago via web
Kalahkan kemalasan. Kemalasan menghancurkan kreativias. #tipsmenulis about 24 hours ago via web

Kl kamu jeli mengamati sktrmu, byk ide bs digali buat nulis. Bahkan setes daun yg jatuh di tanah bs jd cerita. #tipsmenulis 9:56 PM Jun 16th via web

Kebiasaan baru,misalnya: kl biasanya lwt jln A skrg lwt jln B.Coba jenis minuman&makanan baru.Ubah interior kmr. #tipsmenulis 9:55 PM Jun 16th via web

Rutinitas bs bikin kreativitas mati.Ksh dia napas.Caranya?Buat kebiasaan baru. #tipsmenulis 9:54 PM Jun 16th via web

Jadilah pengamat. Jelilah melihat apa yg ada di sktrmu. Ini spy km kreatif. #tipsmenulis 9:53 PM Jun 16th via web

Oya,perluas kosakatamu spy gak membosankan.Makanya,perluas bacaanmu. #tipsmenulis 9:49 PM Jun 16th via web

Menulis itu sprti memasak.Campurkan bumbu karakter org,pengetahuan yg km dpt dr bacaan&pergaulan,&opinimu. #tipsmenulis 9:48 PM Jun 16th via web

Kl kamu takut menulis, kamu sebenarnya sedang meng-aborsi benih pikiranmu sendiri. U kill ur self. #tipsmenulis 9:42 PM Jun 16th via web

Kl msh gak bs juga, mungkin km perlu bertapa di gunung. Botakin kepala. Eh bercanda :D #tipsmenulis 9:40 PM Jun 16th via web

Ciptakan kmbali mood saat kita nemu ide itu.Kl ide muncul saat ntn film,bs dg ntn lagi film itu,liat poster,dnger soundtrack #tipsmenulis 9:39 PM Jun 16th via web

Saatnya memuntahkan isi kepala, eh, ide maksudnya. Kl otak mogok produksi kata, pancing dg musik yg km suka. #tipsmenulis 9:37 PM Jun 16th via web

Ide-ide yg udah dicatat itu, bs ditulis ketika kita udah pny wktu luang utk nulis. #tipsmenulis 9:36 PM Jun 16th via web

Selalu sedia buku saku utk ide-ide yg muncul. Ide bs muncul kpn aja. Di jalan, meeting, toilet. Jd bs lsg dicatat idenya. #tipsmenulis 9:35 PM Jun 16th via web

Imajinatif. Pancing dgn musik atau gambar-gambar inspiratif, misal gunung, laut, langit penuh bintang. #tipsmenulis 9:34 PM Jun 16th via web

Cara bebaskan otak dr tempurung: berani berpikir. Berani menulis. Berani punya sikap. #tipsmenulis 9:33 PM Jun 16th via web

Cara bebaskan otak dr tempurung: perluas pergaulan. Tiap karakter yg kita kenal bs jadi cerita dlm tulisan. #tipsmenulis 9:32 PM Jun 16th via web

Memperluas jenis bacaan juga berguna utk memperluas sudut pandang. Jadi, tulisanmu akan lbh realistis. #tipsmenulis 9:30 PM Jun 16th via web

Cara membebaskan otak dr tempurung: perluaslah jenis bacaanmu. Pelajari gaya tutur tiap media. #tipsmenulis 9:26 PM Jun 16th via web

Cara membebaskan otak dari tempurungnya: berpikir dengan byk sudut pandang. Km bs berdiskusi dg org yg biasa menulis #tipsmenulis 9:25 PM Jun 16th via web

Bebaskan otakmu dari tempurungnya supaya dia bisa bernapas. Jangan kaku. Jangan konservatif. #tipsmenulis 9:24 PM Jun 16th via web

Hindari kata yang biasa digunakan dalam makalah atau skripsi. #tipsmenulis 9:23 PM Jun 16th via web

Sebelum menulis, tentukan segmen pembacamu. Jadi kamu tau, gaya bahasa yg akan digunakan. #tipsmenulis

Selasa, 15 Juni 2010

Hujan : Sebuah Musikal





Akhirnya laskar air dari Langit tiba.
Berderap di atas aspal dan atap.
Terbang bersama udara.
Luruh bersama tanah.

Langit menabuh genderang.
Laskar air makin kencang menerjang.
Bumi kuyu terdiam.
Mengisi relung-relung yang gersang.

Angin menerbangkan embun kristal bening.
Butir demi butir dalam hening.
Bumi senyap dalam tarian gemerincing.
Sst... dengarkan suaranya yang seperti piano berdenting.

Jakarta, 15 Juni 2010

Minggu, 06 Juni 2010

Hari Ketika Guntur Mati


Guntur tak sedang menggedor-gedor langit. Tak ada suara gemuruh. Siang tadi langit mencucurkan airmatanya kembali. Rintik-rintik kecil yang tajam menghunjam ubun-ubun. Angin bertiup lirih membisikkan sebuah undangan. Pengadilan.

Awan-awan berlari cepat ingin tahu apa yang terjadi. Dalam sekejap mereka sudah bergerombol menjadi satu.

Salah seorang guntur ditemukan mati tadi siang. Itu sebabnya langit menangis dan tak ada suara menyalak dari atap bumi. Tak ada yang menjadi tersangka dalam peristiwa itu. Tapi pengadilan tetap berjalan. Awan-awan gemetaran. Sebentar Raja Langit akan datang. Tentunya akan menunjuk salah satu awan menjadi korban. Supaya tetap ada pengadilan.

Lalu awan putih menyembunyikan diri di balik awan hitam.

***
6 Juni 2010

Mesin Waktu


Jika kamu menemukan mesin waktu, apa yang akan kamu lakukan? Dan, jika kamu punya kesempatan kembali ke masa lalu, ke masa mana kamu akan kembali?

Ini bukan pertanyaan dalam benak saya saja. Simak, tiga film yang bercerita tentang mesin waktu yang tengah tayang di layar lebar: “Shreek 3: Forever After”, “Prince of Persia: The Sands of Time”, dan “Hot Tube Time Machine”. Saya sudah nonton dua judul pertama. Dalam salah satu mata kuliah ilmu komunikasi, saya mengetahui film itu merepresentasikan fenomena yang sebenarnya terjadi.

Kenapa orang ingin kembali ke masa lalu?
*
Dukuh Atas, Jalan Sudirman, Jakarta. Pertengahan Mei 2010.

Saya buru-buru melompat ke dalam taksi segera setelah mobil itu menepi. “Proklamasi, Pak. Kita lewat Manggarai,” kata saya.

Lalu saya menyenderkan punggung. Sejenak memejamkan mata sambil mengingat hal-hal yang harus saya lakukan hari ini. Sampai suara “sember” sang sopir memecah keheningan.

“Di mana-mana jalan macet, Neng,” ucapnya. “Banyak demo.”

“Ohya?” Alis saya berkerut. Berusaha keras mengingat ini hari apa. “Oh, sepuluh tahun lalu kan Soeharto lengser,” jawab saya ketika berhasil mengingat.

“Ah, zaman sekarang ini memang nggak enak. Apa-apa susah. Cari makan susah. Cari pekerjaan susah. Lebih enak zaman Soeharto dulu, kan semuanya makmur,” katanya dengan nada dongkol.

Dahi saya langsung berkerut. Pikiran saya menolak. Tapi saya memilih mendengarkan pendapatnya, toh semua orang berhak memiliki pendapat yang berbeda.

“Coba, apa yang dihasilkan sekarang. Jalan tol, gedung-gedung, yang membangun kan Soeharto. Sekarang orang miskin bertambah, cari duit susah,” keluhnya bertubi-tubi.

Sebenarnya dalam pikiran saya tersedia argumentasi: tanpa bermaksud membela pemerintah sekarang, tentu saja jumlah orang miskin bertambah. Lha wong tiap tahun jumlah penduduk bertambah.

Urbanisasi makin kencang karena kesejahteraan tidak merata di seluruh daerah. Melihat tipe orangnya, percuma diajak debat. Dia sudah keukeh dengan pendapatnya. Saya memilih diam, dengan pemikiran, nanti toh kalau sudah capek bicara dia bakal diam. Mungkin dia lelah dengan beban ekonominya. Orang tipe begini hanya perlu didengarkan. Tidak perlu lagi diceramahi. Dia capek menanggung kehidupan.

Tapi dia terus saja bicara dan mengagung-agungkan masa lalu.

“Pak,” akhirnya saya bicara, dengan nada lembut. “Tidak sepenuhnya zaman dulu itu enak. Zaman itu banyak orang hilang misterius, tahu-tahu ditemukan sudah jadi mayat. Banyak yang diculik, dan tidak kembali. Jalan tol itu, yang bangun juga masih dinasti, yang masuk kocek keluarganya sendiri. Sebenarnya, tiap zaman itu ada pahit manisnya juga. Sama saja seperti sekarang,” tutur saya.

Bukannya dia menjadi semakin tenang, kedongkolannya semakin memuncak. Dia semakin memuji-muji pemerintahan orde baru yang menurut dia sukses dengan kemakmurannya. Ah, batin saya, andai dia tahu betapa di daerah terpencil dan pedalaman luar sana, pada masa itu penduduk banyak menjerit kelaparan dan kekeringan tanpa air. Dan jika zaman sekarang ini seperti pemerintahan orde baru, orang-orang dengan profesi seperti saya—wartawan—tak akan hidup tenang. Bisa diteror kapan pun, atau diancam pembunuhan bahkan menghilang.

Kenapa sih, orang ini “ngebet” sekali ingin kembali ke masa lalu?
*

Siapa sih, yang tidak pernah ingin kembali ke masa lalu? Masa-masa sulit, selalu membuat kita menoleh ke belakang, saat situasi masih begitu nyaman.

Saya pun pernah mengalaminya. Saya pernah hidup yang tidak kekurangan. Tidak usah mikir hari ini bakal makan apa, semuanya tersedia. Saya tinggal menadahkan tangan dan uang itu bakal mengalir ke kocek saya. Mobil dan sopir semua tersedia. Mau makan dan minum saya tinggal panggil pembantu di rumah, dan mereka buru-buru menyediakannya di meja makan saya. Arloji merek terbaru. Mobil keluaran terbaru. Saat parabola masih menjadi barang mewah dan langka, di rumah saya payung besi terbalik raksasa itu sudah nongkrong. Semua orang di sekolah mengenal siapa saya dan keluarga saya.

Benar pepatah bilang, hidup itu seperti roda yang berputar. Kadang kamu di atas, dan satu waktu kamu bakal di bawah. Krisis ekonomi datang dan menghajar semuanya. Bahkan rumah pun saya tidak punya. Tinggal harus mengontrak dari satu rumah ke rumah lain. Impian untuk sekolah di luar negeri pupus sudah. Saat-saat itu, betapa saya merutuki hidup.

Kesulitan yang datang bertubi-tubi memang bisa membuatmu mempertanyakan makna hidup dan siapa Tuhan. Saya mengerti rasanya. Betapa tidak nyaman jika kamu pernah memiliki kenyamanan dan semuanya itu tiba-tiba hilang begitu saja. Itu menyakitkan.

Saat itu, saya begitu ingin mengubah sejarah. Saya ingin kembali ke masa lalu.
Pertanyaan saya: “Tuhan, jika Kau memang ada, kenapa kau biarkan aku menderita?”

Tanpa saya sadar, hidup tengah memberikan bab pelajaran baru dalam catatan perjalanan kehidupan saya. Saya belajar hidup sederhana. Saya belajar rendah hati. Saya belajar naik angkutan kota. Saya bicara pada pedagang kaki lima dan pengemis. Saya mengenali siapa orang-orang yang tetap bersama saya ketika kehidupan saya memasuki masa kegelapannya. Saya menemukan teman-teman sejati saya. Orang-orang yang menarik saya dari dalam kegelapan dan membuat saya kembali mencintai kehidupan.

“Segala sesuatu yang kamu alami tak akan pernah melebihi kekuatanmu,” kata seorang teman di Jogja.

“Lalu kenapa Tuhan diam saja ketika saya menderita?” saya bertanya.

“Dia mengizinkan segala sesuatu itu terjadi untuk membentukmu menjadi sesuatu yang Dia siapkan. Suatu saat, kamu akan bertemu dengan orang-orang yang mengalami hal yang kamu alami. Dan kamu akan membagi pengalaman hidupmu pada mereka,” kata teman saya.

Milikilah harapan. Harapanlah yang membuat kamu hidup, bukan hidup itu sendiri. Saat kamu berjalan bersama Tuhan, kamu akan selalu menemukan harapan itu.

Teman saya itu benar. Saya bisa melaluinya. Hidup terus berjalan. Perubahan terjadi. Tantangan hidup selalu ada, tapi saya tahu di mana kekuatan sejati saya.

Saya bisa memilih, hidup dengan hati yang ditawan masa lalu, atau bergerak menerobos masa depan dengan harapan. Pikiran adalah mesin waktu itu. Saya punya pilihan menekan tombol off untuk melompat ke masa lalu. Dan menekan tombol on untuk menjalani hidup sekarang.

Napas saya masih berhembus. Jantung saya masih berdetak. Sampai saat ini. Saya tidak mau kembali pada masa lalu saya. Sama sekali.
*

“Belok mana, Neng? Kiri atau kanan?” tanya sopir dengan suara “sember” itu.

“Kiri Pak, kalau kiri itu Proklamasi. Kalau ke kanan itu Kramat Raya,” jawabku. Rupanya, dia berhenti mengoceh karena aku diam dan tidak menanggapi omongannya.

Taksi itu kuminta menepi di sebelah kiri, sebuah bangunan tingkat yang letaknya tak jauh dari Toko Buku Immanuel.

“Ini kantor apa, Mbak?” tanyanya.

“Oh, ini kantor Tempo. Majalah Tempo.” Aku melirik argo taksi, Rp 12.500. Aku membuka dompet dan mengambil uang dua puluh ribu.

“Majalah Tempo? Oh... Tempo, yang pernah dibredel itu? Ada yang namanya Bambang Harimurti itu?” suaranya seperti tercekat. Sepertinya dia mulai sadar, sepanjang perjalanan dia salah bicara.

“Iya, betul Pak,” ucapku sambil menyerahkan uang. “Tidak usah kembaliannya, buat Bapak saja, semoga hari Bapak menyenangkan,” lanjutku sambil tersenyum.

Bruk. Kututup pintu taksi. Berjalan menuju pintu masuk kantor yang terbuat dari kaca. Dari pantulan kaca, kulihat taksi itu belum juga beranjak. Bahkan sampai aku masuk dan menoleh ke luar, taksi itu masih belum beranjak. Sampai beberapa detik kutunggu, sedan itu baru berjalan.

Entah apa yang ia pikirkan.
***


Nieke Indrietta
Jakarta, Minggu, 6 Juni 2010

Minggu, 30 Mei 2010

Situasi Sulit Itu....


Apa arti saat sulit buatmu?



Situasi yang sulit membuat kita belajar: siapa Tuhan bagi kita dan siapa kita bagi Tuhan.

Situasi yang sulit menjadi kelas praktikum untuk menghadapi hidup dengan iman dan melihat diri kita sesuai apa janjiNYA.

Situasi yang sulit membuat kita merendahkan hati, meletakkan kekuatan dan harapan di tanganNYA.

Keberhasilan menghadapi situasi yang sulit membuat kita menyadari: ini bukan cerita tentang kita. Ini cerita tentang DIA.

Situasi yang sulit itu seperti cermin yang membuat kita melihat siapa sesungguhnya diri kita, dan apa yang tersembunyi di dalam hati kita.


Nieke Indrietta
(on my way to Kuningan Place this morning, Sunday, May 30, 2010)

Sabtu, 29 Mei 2010

Cerita Tentang Payung Tua


Payung tua lusuh, berwarna biru. Apa dia tidak bisa beli yg baru? Sengat matahari menembus lubang. Apa pedagang ini tak punya uang? Kusut masai muka payung. Laki-laki itu tidak pasang muka murung. (Tentang pedagang minuman depan Starbucks Melawai Blok M, Jumat pagi, 28 Mei 2010)







Pagi-pagi aku sudah nyangkruk di depan Starbucks Melawai. Bukan, aku tidak berniat minum kopi di kedai itu. Pasalnya, Lindian mengirim pesan pendek padaku.

Tidak usah ke Kuningan. Kamu tunggu aja di Starbucks Melawai, nanti aku jemput di situ.

Arlojiku menunjukkan pukul 09.15. Perkiraanku, Lindi sampai sekitar 09.30. Kami akan mengunjungi sebuah panti asuhan hari ini. Aku tiba lebih awal. Masuk ke supermarket dengan brand nama Jepang, yang letaknya di samping kedai kopi. Matahari pagi hangat, tapi cukup membuatku meleleh. Tenggorokan kering. Aku membeli minuman untuk melepas dahaga. Belum lagi, naga-naga dalam perutku tiba-tiba bernyanyi. Aku menyempatkan diri mampir membeli sepotong croisant dan tiga potong donat di kedai kue, yang masih berada di satu gedung dengan kedai kopi dan supermarket.

Telepon selulerku berdering. Suara Lindi di ujung. "Nik, kita udah dekat. Tunggu yah."

Aku buru-buru membayar kueku. Melangkah ke teras. Menoleh kiri kanan, mencari mobil yang akan menjemputku. Lalu pandanganku terantuk pada laki-laki setengah baya di halaman parkir. Seorang pedagang kaki lima yang menjual minuman kemasan dan botol. Ia baru saja membuka warungnya. Mengangkat kotak penyimpan minuman. Membuka payung lusuh yang sudah compang-camping.

Aku tercekat. Lama aku menatapnya.

Payung itu, sungguh, sudah sangat tidak layak dipakai. Robek pada bagian tengah, lantas, apalagi fungsinya? Sudah tak dapat lagi digunakan untuk melindungi dari sengatan matahari dan deru hujan. Selayaknya payung itu dibuang. Warnanya pun sudah tak jelas lagi.

Kenapa laki-laki itu tetap memakai payung rombeng itu? pikirku.

Telepon selulerku kembali berdering. Masih Lindi yang berbicara. "Nik, kita salah ambil jalan. Kita jadi muter dulu."

Aku melirik arloji. Tak terasa waktu sudah berlari hingga pukul 10. Matahari sudah tak lagi menyapa hangat. Sinarnya nyolot malah. Bulir-bulir keringat menetes di dahi. Aku memutuskan menunggu di dalam. Menikmati sejuknya pendingin ruangan.

Tapi pikiranku masih tertuju pada pemilik payung lusuh itu. Kenapa bapak itu tetap memakainya? Kenapa dia tak menggantinya dengan yang baru? Harga payung toh tak terlalu mahal. Apakah payung itu pemberian seseorang? Lihat, bahkan payung itu tak bisa melindunginya dari sinar sang surya. Dan sekian kenapa bermain-main dalam benakku.

Ingin kuhampiri bapak itu dan bertanya tentang payungnya. Mungkin aku bisa sambil membeli sebotol minuman teh. Terus aku akan menanyakan alasannya mempertahankan payung rombeng itu. Baru saja aku hendak melangkah, telepon selulerku kembali berdering. Lindi. Dan mobil sedan itu sudah masuk ke parkir. Jendela terbuka, penumpangnya melambaikan tangan padaku.

Aku berlari masuk mobil. Selintas, mencuri pandang pada payung lusuh itu. Sampai menghilang dari pandangan mata. Masih meninggalkan pertanyaan dalam benakku.

Pak, kenapa tak kau ganti payungmu?




Jakarta, 28 Mei 2010
Nieke Indrietta

Selasa, 25 Mei 2010

Pena



"Apa yang saya lakukan tidak menentukan siapa saya
akan tetapi siapa saya menentukan apa yang saya lakukan.